News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Istana Enggan Komentari Rekomendasi KPK Soal Kartu Pra Kerja Bermasalah 

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/1/2020)

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Istana enggan komentari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pelaksanaan program kartu pra kerja gelombang empat, dihentikan sementara.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan bahwa masalah tersebut terlalu teknis sehingga sebaiknya ditanyakan kepada Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari.

"Problemnya sudah sangat teknis, terkait kementerian atau lembaga terkait,  kartu prakerja ke ibu Denni purbasari dir. exc. PMO kartu prakerja," kata juru bicara presiden Fadjroel Rachman kepada wartawan, Jumat, (19/6/2020).

Begitu juga Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono. Ia meminta rekomendasi lembaga anti-rasuah tersebut ditanyakan ke Kementerian Perekonomian yang memegang program kartu Pra Kerja.

"Untuk isu kartu pra kerja jangan ke saya, Langsung ke Kemenko Perekonomian aja, atau ke Direktur Program nya langsung," katanya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari, belum merespon pesan whatsapp mengenai rekomendasi KPK tersebut. 

Baca: Temuan KPK Kartu Pra Kerja Bermasalah, Istana Berkelit, Ini Katanya

Sebelumnya KPK merekomendasikan agar program kartu pra kerja dihentikan sementara.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut metode pelaksanaan program pelatihan program Kartu Prakerja berpotensi merugikan negara.

“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara,” sebut Alex ketika memaparkan kajian KPK terkait Kartu Prakerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Alexander menyampaikan bahwa hal ini karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta. 

KPK juga mendapatkan sejumlah temuan ihwal lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.

 “Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta,” kata Alex.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch juga sempat melakukan kajian sejenis terkait Kartu Prakerja. Dalam temuan ICW, Sejumlah lembaga pelatihan diragukan kredibilitasnya dalam penyelenggaraan pelatihan secara daring.

Selain itu, dari hasil survei Indikator yang dirilis Minggu (7/6/2020), sebanyak 38,7% responden tidak setuju dengan program pelatihan online yang terintegrasi dalam Kartu Prakerja. 

Sementara itu, 10,2% menyatakan sangat tidak setuju.Adapun 25,3% responden setuju dengan program tersebut, dan 4,5% sangat setuju.Jika digabungkan antara yang bernada setuju dan tidak setuju, 48.9% responden tidak setuju. Sedangkan kelompok yang setuju 29,8%. Ada 21,4% lainnya yang memilih tidak tahun dan tidak menjawab.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini