Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua fraksi PKS DPR RI, Sukamta mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo yang memerintahkan jajaran kementerian mewaspadai gelombang kedua penyebaran virus corona atau covid-19 di Indonesia.
Menurut Sukamta, penularan Covid-19 di Indonesia masih berada di gelombang pertama lantaran penambahan kasus baru per hari terus mengalami peningkatan sejak kasus pertama diumumkan pada Maret 2020.
Baca: Update Corona 3 Agustus: Jumlah Pasien Sembuh di Jateng Lebih Tinggi Dibanding Kasus Baru Covid-19
"Saya heran Pak Presiden mengatakan soal ancaman gelombang kedua, ini bisikan dari tim ahli yang mana, mengingat banyak ahli epidemiologi mengatakan di Indonesia hingga saat ini belum selesai alami fase gelombang pertama. Bahkan Presiden mengatakan tidak tahu kenapa masyarakat semakin khawatir dengan Covid-19," kata Sukamta melalui keterangannya, Senin (3/8/2020).
Sukamta khawatir, narasi gelombang kedua yang digulirkan pemerintah bakal berakhir seperti wacana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan new normal.
Dalam dua wacana itu, Sukamta menilai pemerintah malah membuat bingung dan lengah masyarakat terhadap kewaspadaan atas penularan covid-19.
Sementara, wacana ancaman gelombang kedua juga mengesankan bahwa pandemi gelombang pertama sudah bisa diatasi.
"Saya kira lebih baik presiden dan jajarannya melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dibentuk belum lama ini fokus untuk segera atasi pandemi dan kemudian kami berharap tidak terjadi gelombang kedua di Indonesia," ujar dia.
Anggota Komisi I DPR RI ini mengingatkan pemerintah bahwa penanganan covid-19 yang tidak kunjung tuntas, akan menambah dampak sosial ekonomi yang lebih berat.
Oleh karena itu, Sukamta meminta pemerintah segera memperjelas gambaran besar atas penangangan Covid-19.
Sukamta mengatakan hingga kininpemerintah tidak pernah membuka gambar besar penanganan Covid-19 ke publik.
"Sangat wajar jika masyarakat bertanya soal ini, karena sudah lebih dari empat bulan hal ini berjalan," beber dia.
"Sangat wajar jika masyarakat bertanya soal ini, karena sudah lebih dari empat bulan hal ini berjalan. Hingga hari ini baru beberapa kali jumlah tes usap (PCR) bisa lebih dari 30 ribu sebagaimana dicanangkan Presiden. Sementara WHO menyebutkan setidaknya perlu 54 ribu tes setiap hari di Indonesia sebagai standar minimum," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya tetap waspada terhadap kemungkinan munculnya gelombang kedua pandemi Covid-19 di Indonesia.
Menurut Jokowi, meski sejumlah prediksi menyebut bahwa Indonesia akan bangkit secara ekonomi pada tahun 2021, namun penting juga mengantisipasi gelombang kedua pandemi.
Hal itu disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas terkait Rencana Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021 melalui video conference, Selasa (28/7/2020).
"Kita tetap harus waspada kemungkinan dan antisipasi kita terhadap risiko terjadinya gelombang kedua, second wave, dan masih berlanjutnya sekali lagi ketidakpastian ekonomi global di tahun 2021," kata Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia akan bangkit pada tahun mendatang.
Meski, ada kemungkinan bahwa ekonomi dunia tengah dilanda ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Namun, sejumlah lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD sudah memprediksi ekonomi akan kembali tumbuh tahun depan.
"Bahkan IMF memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 5,4 persen. Ini sebuah perkiraan yang apa sangat tinggi menurut saya. Bank Dunia 4,2 persen. OECD 2,8 sampai 5,2 persen," ucap Jokowi.
Baca: Anji dan Profesor Hadi Pranoto Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Kepala Negara pun optimis ekonomi RI akan tumbuh diatas. Karena, perekonomian Indonesia saat ini mulai bangkit.
"Saya kira kalau perkiraan ini betul, kita akan berada pada posisi ekonomi yang juga mestinya di atas pertumbuhan ekonomi dunia. Dan Indonesia juga diproyeksikan masuk ke kelompok dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Tiongkok," jelas Jokowi.