TRIBUNNEWS.COM - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus berharap, pandemi virus corona akan berakhir dalam dua tahun.
Ia pun membandingkan dengan pandemi flu Spanyol pada 1918, yang membutuhkan waktu dua tahun untuk berakhir.
"Situasi kita sekarang dengan lebih banyak teknologi, tentunya dengan lebih banyak konektivitas, virus memiliki peluang lebih besar untuk menyebar."
"Bisa bergerak cepat," kata Tedros saat konferensi pers di Jenewa, Jumat (21/8/2020), dikutip dari Sky News.
"Pada saat yang sama kami memiliki teknologi dan pengetahuan untuk menghentikannya," tambahnya.
Baca: WHO Sebut Eropa Tak Perlu Lockdown Lagi untuk Tangani Virus Corona
Baca: AS Sebut WHO sudah Dibeli China, Dirjen: Tuduhan Tidak Benar dan Tak Dapat Diterima
Tedros menjelaskan, meski beberapa negara berhasil menurunkan penularan Covid-19, namun hal tersebut bukan berarti sudah menang.
Ia mencontohkan beberapa negara yang baru mengalami wabah baru setelah sekian lama mengalami sedikit kasus bahkan tanpa kasus, seperti Selandia Baru dan Vietnam.
"Negara-negara ini adalah peringatan bagi mereka yang sekarang melihat tren penurunan kasus," katanya.
Pimpinan WHO ini mengingatkan agar tiap orang harus mengambil tanggung jawab mereka sendiri untuk membantu menghentikan penyebaran virus corona.
Baca: WHO Sebut Kelompok Umur 20-an hingga 40-an Tahun Banyak yang Menularkan Covid-19
Baca: WHO: Jangan Berharap Vaksin Covid-19 Bisa Tersedia Hingga Tahun Ini
Kendati ada harapan vaksin dapat menghentikan krisis kesehatan global, tetapi Tedros mengatakan tidak ada jaminan akan ditemukan.
Bahkan bila ditemukan, tidak akan mengakhiri pandemi dengan sendirinya.
"Kita semua harus belajar mengendalikan dan mengelola virus ini menggunakan alat yang kita miliki sekarang."
"Dan membuat penyesuaian dalam kehidupan kita sehari-hari yang diperlukan untuk menjaga diri kita dan satu sama lain tetap aman," katanya.
Baca: WHO Tak Jamin Keamanan Vaksin Sputnik V Buatan Rusia
Baca: Prediksi WHO: Pandemi Covid-19 Kemungkinan Bertahan Lama
Pakar WHO lainnya mengatakan, lebih banyak penelitian diperlukan tentang dampak mutasi virus corona.
"Sebuah kelompok kerja khusus telah dibentuk untuk mengidentifikasi mutasi."
"Kami melihat bagaimana kami dapat lebih memahami apa arti mutasi dan bagaimana mereka berperilaku," kata ahli epidemiologi Maria Van Kerkhove.
Salah satu mutasi yang ditemukan di Eropa, Amerika Utara dan sebagian Asia mungkin lebih menular tetapi dampaknya tidak terlalu mematikan.
Baca: Begini Tanggapan WHO Soal Vaksin Virus Corona Milik Rusia
Baca: Khawatir Tak Ada Senjata Ajaib untuk Kalahkan Covid-19, WHO: Taat Pakai Masker dan Jaga Jarak
Paul Tambyah, konsultan senior di National University of Singapore dan presiden terpilih dari International Society of Infectious Diseases, mengatakan, mutasi yang semakin umum D614G bertepatan dengan penurunan tingkat kematian.
Dikutip dari worldometers, pada Minggu (23/8/2020) virus corona di dunia kini telah menjangkiti lebih dari 23 juta jiwa.
Dengan lebih dari 800 ribu kematian terjadi dan lebih dari 15 juta jiwa meninggal dunia.
(Tribunnews.com/Maliana)