Saat ini, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menunggu sel-sel mamalia tersebut menghasilkan antigen berupa protein rekombinan yang diharapkan. Dalam hal ini, antigen adalah zat yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi sebagai bentuk perlawanan terhadap virus SARS-CoV-2.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memilih pengembangan vaksin dengan platform sub unit protein rekombinan karena relatif lebih aman karena tidak menggunakan virus hidup sebagai vektor.
Biaya produksi dari pengembangan vaksin dengan platform sub unit protein rekombinan juga relatif rendah, dan teknologinya sudah dikuasai oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia.
“Jadi walaupun teknologinya bukan teknologi kuno, teknologi yang agak lebih baru tetapi sudah dikuasai oleh banyak negara, dan hasilnya juga relatif mudah dipanen dan relatif lebih aman karena tidak menggunakan virus hidup sebagai vektor,” ujar Amin.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengungkapkan perkembangan terkini terkait keberadaan berbagai vaksin Covid-19 di dunia.
Sejauh ini yang sudah masuk uji klinis tahap III adalahvaksin dari AstraZeneca Inggris dan Sinovac China.
China memang memiliki industri farmasi yang sudah maju, termasuk dalam bidang pengembangan vaksin. Brodjonegoro menjelaskan, China mengebut penemuan vaksin Covid-19 karena jumlah penduduknya terbesar di dunia. Sebanyak 1,5 miliar juta jiwa ada di China
."Jadi mereka ingin memastikan jangan sampai penyebaran itu tidak terkendali," ucap dia.
Selain itu, sejumlah perusahaan lain seperti Moderna dan Cansino yang juga dari China turut melakukan
pengembangan Vaksin Corona.
Di Indonesia sendiri, PT. Bio Farma sedang mempersiapkan uji klinis untuk vaksin-vaksin yang dipersiapkan Pemerintah, termasuk uji klinis untuk Vaksin Merah Putih.
Namun Brodjonegoro turut mengingatkan bahwa berbagai kabar dan pemberitaan seputar temuan vaksin terkadang hanya untuk kepentingan capital market.
"Kita lihat dari perkembangan vaksin Covid-19, di mana pusat-pusat farmasi besar, berita-berita yang sudah diberitakan bahwa yang ini sudah berhasil paling tidak efektif atau sudah masuk uji klinis tahap III atau dia dianggap cukup efektif, itu
ternyata ujungnya hanya untuk capital market," kata dia.
"Untuk menaikkan harga saham, tapi tampaknya dari segi medis, tentunya kita masih harus menunggu,"
imbuh dia.