Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perjalanan pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia telah lebih dari satu semester. Vaksinasi pun dipilih sebagai salah satu cara mengatasi.
Meski diakui vaksin covid-19 memang bukan peluru jitu untuk langsung menyelesaikan pandemi ini.
Negara-negara kini seakan berlomba menciptakan vaksin Covid-19, termasuk Indonesia.
Indonesia tengah meneliti dan pengembangan vaksin Covid-19 bernama Merah Putih.
Optimisme terus disebarkan, seperti yang diungkap Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro yang menyakini bahwa Indonesia mampu penciptakan vaksin Covid-19 sendiri.
Berangkat dari kebutuhan 540 juta vaksin Covid-19 untuk 270 juta penduduk Indonesia, serta mengurangi ketergantungan pada negara lain, vaksin Merah Putih jadi andalan.
Menurut Bambang, Indonesia telah berpengalaman dalam pembuatan vaksin sejak dulu, di mana Lembaga Pasteur atau Bio Farma yang telah lebih dari 100 tahun berdiri pernah terlibat dalam pembuatan vaksin masa lalu seperti vaksin rabies dan polio.
Selain itu di tambah pula dengan kemampuan riset dari berbagai Universitas dan Lembaga Eijkman yang turut serta dalam pembuatan dan pengembangaan vaksin seperti Hepatitias B dan penyakit menular lainnya.
"Jadi tidak ada alasan untuk Indonesia tidak mandiri khususnya untuk (vaksin) Covid-19," kata mantan Kepala Bappenas ini, dalam diskusi virtual, bertajuk 'Vaksin Covid-19, Selangkah Lagi, ) Senin (26/10/2020).
Karena permasalahan waktu, kandidat vaksin dari luar negeri juga diupayakan Indonesia untuk digunakan cepat.
"Walaupun ada kerja sama itu tetap vaksin Covid-19 Merah Putih tetap harus dikedepankan dan menjadi prioritas," jelas Bambang.
Saat ini vaksin Merah Putih dikembangkan oleh enam lembaga, yakni LBM Eijkman, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
Enam lembaga tersebut mengembangkan vaksin Covid-19 dengan metode berbeda. Eijkman mengembangkan dengan platform protein rekombinan, Universitas Indonesia dengan platform DNA, MRNA, dan virus-like particle.