Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Pemerintah masih terus mengejar pencapaian angka testing (pemeriksaan) Covid-19, sesuai standar yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Perlu diketahui, standar jumlah testing berdasarkan standar WHO yakni seribu tes per satu juta penduduk setiap satu pekannya.
Berdasarkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 267 juta jiwa, maka diperlukan testing sebanyak 267.000 orang per minggu.
Untuk pencapaian tertinggi dalam testing, sudah mencapai angka tertinggi dan hampir mendekati standar WHO.
Baca juga: Petugas Makam Kabur, Kapolsek Tamako Turun Langsung Makamkan Jenazah Korban Covid-19
Pada minggu ketiga November 2020, testing yang dilakukan sudah mencapai sekitar 239 ribu atau 88,6 persen.
"Ini adalah angka tertinggi yang pernah kita capai. Kita harus terus meningkatkan jumlah testing hingga tercapai target WHO," ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers virtual di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (24/11/2020).
Baca juga: Kemensos Siap Kerahkan Tim Psikososial Bantu Penanganan Covid-19 di RS Wisma Atlet
Tren jumlah testing sejak awal Juni 2020 hingga minggu ketiga Oktober 2020, terjadi peningkatan.
Namun tren ini sempat mengalami penurunan pada dua pekan setelahnya, dan kembali meningkat hampir mencapai target WHO, yaitu berada di angka 86,25 persen pada minggu kedua November 2020.
Wiku mengatakan terjadinya fluktuasi jumlah testing dipengaruhi berbagai hal, seperti kondisi libur, jumlah dan kapasitas laboratorium, SDM tenaga kesehatan, ketersediaan reagen dan juga kondisi geografis Indonesia.
"Hal-hal ini tentunya menjadi evaluasi bersama khususnya bagi pemerintah daerah," imbuh Wiku.
Pemerintah menurut Wiku menyayangkan sempat terjadinya penurunan jumlah testing, khususnya pada hari libur.
Baca juga: Satgas Covid-19 Beri Anies Peringatan: 3 Minggu Berturut Jakarta 5 Besar Penambahan Positif Mingguan
Ia meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan jumlah tes dengan mengatur jam operasional laboratorium.
"Kami meminta pemerintah daerah setempat untuk memperbaiki mekanisme operasional laboratorium melalui penambahan jumlah shift laboran, dengan pemberian insentif yang sepadan," kata Wiku.
Selain itu menurutnya, saat ini perlu ada pemeriksaan terkait kesesuaian jenis reagen dengan alat testing yang digunakan.
"Pemerintah juga daerah diminta untuk menerapkan sanksi bagi masyarakat yang tidak mau, atau menolak dites. Agar masyarakat benar-benar mau menjalankan protokol kesehatan tanpa pandang," pungkas Wiku.