Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengirimkan dua dokumen aplikasi vaksin kepada badan penyelenggara program pengadaan vaksin di bawah WHO yakni Covax.
Dua dokumen tersebut dikirimkan untuk mempercepat pengadaan vaksin dari jalur multilateral.
"Sejauh ini pemerintah Indonesia telah mengirimkan dua dokumen aplikasi yaitu vaccine request dan technical assistant form kepada Covax pada November dan Desember," kata Retno dalam konferensi pers virtual, Kamis, (31/12/2020).
Baca juga: Pemerintah Juga Berupaya Datangkan Vaksin Pfizer, Novavax dan AstraZeneca
Covax dibentuk dengan tujuan agar negara-negara kurang mampu secara ekonomi memperoleh akses vaksin yang sama dengan negara negara maju.
Retno mengatakan Kementerian Luar Negeri juga akan mengawal pengiriman dua dokumen lainnya untuk mempercepat pengadaan vaksin.
Dokumen tersebut yakni vaccine request form part B mengenai identifikasi yang rencananya akan diserahkan pada 8 Januari 2021.
"Selain itu juga (dokumen) cold chain equipment atau CCE support request terkait dengan kapasitas teknis penyediaan sistem pendingin vaksin pada kuartal pertama 2021," tuturnya.
Pihaknya bersama Kementerian Kesehatan kata Retno akan terus berkoordinasi untuk memastikan infrastruktur logistik vaksin di dalam negeri sesuai kebutuhan jenis vaksin yang dipesan dar jalur multilateral.
Baca juga: 1,8 Juta Dosis Vaksin Sinovac Batch ke-2 yang Tiba di Indonesia di Bawa ke Bio Farma
Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah menggunakan lima jalur pengadaan vaksin Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 426 juta dosis vaksin.
"Sampai sekarang ada 5 jalur pengadaan vaksin yang sudah kita tempuh, 4 di antaranya sifatnya bilateral, 1 sifatnya multilateral," kata Budi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (29/12/2020).
Dalam pengadaan jalur bilateral, pemerintah menandatangani kontrak pengadaan 125 juta vaksin dengan perusahaan asal China, Sinovac.
Lalu kerjasama pengadaan 100 juta dosis vaksin dengan Perusahaan Bioteknologi asala AS, Novovax.
Selain itu pemerintah juga akan menandatangani kerjasama dengan perusahaan farmasi yang berkantor pusat di Inggris, AstraZeneca untuk pengadaan 100 juta dosis vaksin, dan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat Pfizer biontech untuk pengadaan 100 juta dosis vaksin.
"50 juta dosis vaksin (pfizer) sudah firm, sisanya opsi, Kami harap finalisasi dengan astrazeneca dan pfizer akan dilakukan dalam waktu dekat ini," kata dia.
Sementara itu menurut Budi, untuk jalur multilateral Indonesia sudah bekerjasama dengan Global Alliance for Vaccine and. Immunization (GAVI), lembaga bagian dari WHO.
Indonesia akan mendapatkan vaksin gratis melalui kerjasama tersebut. Hanya saja menurut Budi, jumlahnya dosis yang akan diterima belum pasti.
"Angkanya masih bergerak berapa dosis yang bisa diberikan ke Indonesia. Tapi range nya antara 3 persen dari populasi atau 16 juta dosis, sampai 20 persen dari populasi atau sekitar 100 juta dosis," kata Budi.
Lebih jauh budi menjelaskan bahwa belum pastinya jumlah dosis vaksin yang diterima dari GAVI, melatarbelakangi pemerintah membuat kerjasama pengadaan yang sifatnya opsi dengan sejumlah perusahaan farmasi.
Opsi tersebut yakni bila jumlah vaksin yang diterima dari GAVI sesuai dengan perkiraan awal maka tidak perlu ada tambahan pengadaan vaksin.
"Itu sebabnya kenapa kita buat kontrak dengan opsi dari suplier vaksin yang ada tadi, yang 4 (Sinovac, Novovax, AstraZeneca, Pfizer) tadi. Supaya kalau ada kepastian dari pengadaan dari GAVI, yang sifatnya gratis kita tak perlu ambil dari mereka. Tapi kalau vaksin GAVI belum bisa terdeliver sesuai jadwal, kita sudah mengamankan suplai dari perusahaan perusahaan tersebut secara bilateral," pungkasnya.