TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan sejak dimulainya vaksinasi tahap pertama pada tanggal 13 Januari 2021 lalu, sudah lebih dari 700 ribu tenaga kesehatan yang mendapatkan vaksin dosis pertama.
Dan sekitar 100 ribu tenaga kesehatan yang mendapatkan dosis keduanya.
Dr. Reisa pun mengatakan bahwa dengan adanya partisipasi tenaga kesehatan yang tinggi dalam vaksinasi Covid-19 selain akan melindungi diri mereka dan keluarga, juga dapat menjadi contoh nyata dan teladan kolega mereka.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Istora Jakarta Jadi Model Percontohan Vaksinasi Massal
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) dan UNICEF melatih vaksinator dan tenaga kesehatan dalam kemampuan berkomunikasi untuk meyakinkan kolega dan teman sejawatnya mengikuti vaksinasi Covid-19.
"Dari 5.000 tenaga kesehatan yang telah mempraktikan keahlian kemampuan komunikasi tersebut, sebanyak 3.348 telah berhasil membuat teman sesama tenaga kesehatan menyimak argumentasi mereka dan kemudian menyetujui pandangan bahwa vaksinasi Covid-19 penting disukseskan," kata dr. Reisa dalam konferensi pers, Jumat (5/2/2021).
Selain itu, dr. Reisa juga menambahkan, para tenaga kesehatan yang telah menjadi komunikator terlatih, telah dapat meyakinkan kolega mereka bahwa vaksin bukan hanya aman dan halal, namun dapat membangun imunitas terhadap risiko fatal Covid-19.
“Tampaknya kita yang mendukung kesuksesan vaksinasi harus lebih sering bersuara dan menunjukan sikap positif sehingga persepsi salah dan negatif atau distorsi informasi terhadap keamanan dan manfaat vaksin bisa diluruskan dan diperbaiki," tambah dr. Reisa.
Untuk diketahui, saat ini kasus aktif Covid-19 di Indonesia terbilang cukup tinggi, di atas 175 ribu kasus yang sebagian dirawat di rumah sakit.
Pusdatin Kementerian Kesehatan menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kenaikan kasus aktif dan angka kematian.
“Apabila kasus aktif turun, maka kemungkinan besar angka kematian turun, karena waktu, energi, dan pikiran tim medis akan lebih fokus merawat pasien yang lebih sedikit dan rasio penyembuhan akan lebih baik” jelas dr. Reisa.