Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Singapura sedang mempertimbangkan perombakan signifikan terkait strategi vaksinnya, termasuk meningkatkan jarak waktu antar suntikan.
Ini dilakukan setelah negara itu menerapkan sistem penguncian (lockdown) selama kurang dari tiga minggu, pasca 'dinobatkan' sebagai tempat terbaik di dunia untuk dihuni sejak kemunculan pandemi virus corona (Covid-19).
'Negara kota' ini pada hari Minggu kemarin mencatat 38 kasus baru penularan virus tersebut, jumlah ini tertinggi dalam waktu lebih dari setahun terakhir.
Baca juga: Di Amerika Warga Boleh Lepas Masker Jika Vaksinasi Covid-19 Lengkap, Kenapa di Indonesia Tidak?
Baca juga: Singapura Lockdown, Warganya Padati Supermarket, Terjadi Panic Buying
Temuan ini secara cepat membuat pemerintah Singapura mengumumkan pengetatan lebih lanjut dari sistem pembatasan mereka, termasuk penutupan pada sebagian besar sekolah.
Dikutip dari laman The Sydney Morning Herald, Senin (17/5/2021), Menteri Kesehatan (Menkes) Singapura Ong Ye Kung mengungkapkan wabah baru telah meyakinkan pemerintah untuk mempertimbangkan perubahan signifikan dalam pendekatan vaksinasi.
"Seperempat dari 5,5 juta orang di negara kami telah divaksinasi secara penuh dan sepertiga diantaranya telah menerima setidaknya satu dosis," kata Ong Ye Kung.
Hal ini membuat peluncuran program vaksinasi di Singapura menjadi yang tercepat di Asia Tenggara dalam aspek 'rata-rata populasi'.
Namun pemerintah negara itu kemudian mengubah taktik, setelah memprioritaskan kelompok masyarakat yang paling rentan dan pekerja garis depan dalam upaya vaksinasi yang hingga saat ini hanya terbuka untuk orang berusia di atas 45 tahun.
"Salah satu kemungkinannya adalah mungkin untuk fase kedua, kita harus mencoba yang terbaik untuk memberikan tingkat perlindungan yang baik kepada sebanyak mungkin orang terhadap virus ini. Artinya, berikan sebanyak mungkin satu dosis vaksinasi Covid-19," tegas Ong Ye Kung.
Menurutnya, ada banyak penelitian internasional yang menunjukkan bahkan dengan satu dosis saja dapat memberikan perlindungan yang baik tanpa mengurangi efikasinya.
"Ilmuwan kami telah mempelajari ini. Kami memiliki komite ahli dan buktinya secara lokal maupun luar negeri yang menunjukkan bahwa masuk akal untuk memperpanjang jeda dosis kedua dari dosis pertama. Jadi, alih-alih 21 atau 28 hari atau tiga minggu atau empat minggu, ini mungkin dapat diperpanjang enam hingga delapan minggu tanpa mempengaruhi efikasi vaksin secara material.
Ini adalah sesuatu yang sedang kami pelajari dan setelah kami siap, tidak terlalu lama lagi, kami akan mengumumkan detailnya," jelas Ong Ye Kung.
Singapura sejauh ini telah menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech, yang telah diberikan kepada warganya, dengan interval tiga minggu antara dua suntikan.
Mereka juga melakukan vaksinasi menggunakan vaksin Moderna yang memiliki jeda empat minggu antara dosis.
Jika Singapura terus maju dengan memperlebar interval antara suntikan, langkah itu akan mengikuti jalur yang diadopsi oleh negara-negara seperti Inggris, yang melakukan jeda tiga bulan antar dosis untuk vaksin AstraZeneca.
Sementara itu, India yang memiliki 311.170 kasus baru dan 4077 kematian pada hari Minggu kemarin, mulai melakukan hal yang sama.
Negara di kawasan Asia Selatan itu memperpanjang jarak antara dosis Covishield, dari sebelumnya enam hingga delapan minggu, menjadi 12 hingga 16 minggu.
Covishield merupakan nama merek AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII).
Sebuah studi yang dilakukan Universitas Oxford menemukan efikasi AstraZeneca meningkat dari 55 persen menjadi 82 persen jika waktu antara dosis dinaikkan dari sebelumnya kurang dari enam minggu menjadi 12 minggu atau lebih.
Satu suntikan vaksin ini diklaim dapat memberikan perlindungan 76 persen dalam 90 hari pertama.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) juga menemukan bahwa dosis tunggal vaksin Pfizer-BioNTech menunjukkan efektivitas mencapai 80 persen.
Pada hari Jumat lalu, penelitian Universitas Birmingham terhadap orang berusia di atas 80 tahun menunjukkan bahwa jeda 12 minggu antara pemberian suntikan pertama dan kedua untuk Pfizer-BioNTech menghasilkan antibodi tiga setengah kali lebih baik.
Singapura memang tidak menghadapi skala infeksi yang dialami Inggris dan India.
Bahkan pada 27 April lalu, peringkat ketahanan Covid-19 Bloomberg menobatkan Singapura sebagai tempat terbaik untuk menjalani hidup selama masa pandemi.
Namun demikian, lonjakan kasus yang terjadi di negara itu baru-baru ini mencerminkan adanya gelombang baru yang telah melanda Asia Tenggara dalam enam pekan terakhir.
Sementara itu, Indonesia dan Filipina telah menjadi negara yang paling terpukul di kawasan ini.
Bahkan Malaysia telah memasuki masa lockdown ketiga, sedangkan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang berjuang menghindari wabah besar ini seperti Thailand, Kamboja, Vietnam dan Timor Leste telah mencatat rekornya.
Di sisi lain, Menteri Pendidikan Singapura Chan Chun Sing mengatakan bahwa otoritas kesehatan sedang mempertimbangkan terkait keamanan dalam menggunakan Pfizer-BioNTech untuk kelompok usia 12-15 tahun.
Setelah anak-anak di negara itu turut terinfeksi selama lonjakan kasus terbaru di Singapura.