Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, Indonesia perlu belajar dari perkembangan terakhir dari varian Delta yang juga menyebar di Inggris.
Hal ini dilakukan sebagai upaya antisipasi sebelum varian dari India ini mendominasi kasus Covid-19 di Tanah Air.
Diketahui pada 14 Juni 2021 lalu, diumumkan ada 28 kasus Covid-19 varian B.1.617.2 °atau yang saat ini dinamai varian Delta.
Baca juga: Ada di Kudus dan DKI Jakarta, Hasil Studi : Varian Delta Dapat Memperburuk Kekebalan Tubuh
Baca juga: Hasil Penelitian UGM, 28 dari 34 Sampel Spesimen Covid-19 di Kudus adalah Virus Corona Varian Delta
"Pada 11 Juni 2021 lalu, otoritas kesehatan masyarakat di Inggris juga baru menyampaikan perkembangan terakhir varian ini, yang empat hasilnya perlu kita pakai sebagai bahan antisipasi," kata dia dalam keterangan yang diterima, Selasa (15/6/2021).
Disampaikan bahwa, di Inggris ada 42.323 kasus varian Delta. Naik 70 persen dari minggu sebelumnya.
"Atau ada 29.892 kasus hanya dalam waktu satu minggu saja, peningkatan yang amat besar," ungkap Prof. Tjandra.
Bahkan, data terakhir Inggris menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen kasus baru COVID-19 di negara itu, kini adalah varian Delta ini, menggantikan varian Alfa (B.1.1.7) yang sebelumnya dominan di Inggris.
Baca juga: Menkes Budi Sadikin Sebut Varian Delta Mendominasi Tambahan Kasus Covid-19 di Tiga Wilayah Ini
Baca juga: 28 Kasus Covid-19 Varian Delta India Merebak di Kudus, Ini yang Perlu Diwaspadai Menurut Ahli
"Kalau pola ini juga akan terjadi di negara kita maka tentu bebannya akan berat jadinya," jelas dokter spesialis paru ini.
Ia mengungkapkan, varian Delta di Inggris memiliki karakteristik seperti 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alfa.
Waktu penggandaannya (“doubling time”) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari.
"Lebih baik kalau juga ada data tentang berapa besar (“doubling time”) dari varian Delta yang kini ada di negara kita, termasuk tentunya laporan terakhir dari Kudus ini," ungkapnya.
Kemudan, laporan Inggris 11 Juni 2021 ini juga menunjukkan bahwa varian Delta berpengaruh menurunkan efektifitas vaksin dibandingkan varian Alfa.
Hasil ini didapati pada mereka yang baru dapat vaksin satu kali maka terjadi penurunan efektifitas perlindungan terhadap gejala sebesar 15% sampai 20%.
"Kita perlu pula mengamati kemungkinan dampak seperti ini, apalagi program vaksinasi memang sedang terus digalakkan. Namun tentu, tidak akan membandingkan varian Delta dengan varian Alfa seperti yang Inggris lakukan, karena varian Alfa bukanlah varian yang dominan di negara Indonesia," kata
Terakhir dan yang paling menarik ujarnya, di Inggris menggunakan “novel genotyping test” untuk mendeteksi adanya varian Delta.
Tes ini dapat memberi hasil dalam 48 jam saja, dan hasilnya kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan “whole genome sequencing” dan ternyata hasilnya memang positif, oleh PHE disebut sebagai “extremely accurate”.