TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Joko widodo (Jokowi) resmi memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk menekan lonjakan kasus Covid-19, pada Kamis, (1/7/2021).
PPKM tersebut akan berlaku mulai 3 sampai 20 Juli 2021 di Jawa dan Bali, atau tepatnya di 122 kabupaten atau kota di 7 Provinsi.
Dengan rincian 48 kabupaten/kota yang nilai assessmennt situasi pandemi level 4, dan 74 kabupaten atau kota yang nilai assessment situasi pandemi level 3.
Disampaikan bahwa kebijakan yang diambil Indonesia mirip dengan kebijakan India untuk menekan laju penularan Covid-19.
Lantas bagaimana kebijakan pembatasan sosial di India?
Berikut penjelasan dari Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018-2020, Prof Tjandra Yoga Aditama yang ketika itu berkantor di New Delhi.
Ia mengatakan, pemerintah New Delhi sejak 19 - 26 April 2021 membatasi orang untuk tidak pergi kemana-mana, atau dalam arti kata lain adalah "lockdown".
Kemudian diperpanjang sampai 30 Mei 2021.
Hanya aktivitas di dalam kota seperti petugas pelayanan publik tertentu, petugas kesehatan, wartawan maupun diplomat juga dikecualikan.
"Sehingga tahun yang lalu waktu saya masih di New Delhi maka saya dapat keluar rumah menggunakan mobil saya yang memang menggunakan plat nomor resmi WHO," ujar guru besar FKUI ini dalam pesan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).
Lalu, Wanita hamil juga diperbolehkan keluar rumah untuk pertolongan kesehatan (beserta pengantarnya), melakukan tes Covid-19, maupun vaksinasi.
Kemudian, kegiatan perkawinan sampai 50 orang dan pemakaman sampai 20 orang tetap diperkenankan.
Baca juga: Ini Beda PPKM Mikro dengan PPKM Darurat yang Akan Diberlakukan Mulai 3 Juli 2021
"Tempat ibadah berbagai agama juga boleh dibuka tetapi tidak boleh ada pengunjung yang datang," ungkapnya.
Sementara, semua aktivitas sosial, politik, olahraga, hiburan, budaya, perkantoran, restoran, taman didalam kota New Delhi ditutup.
Namun untuk kegiatan seperti toko yang menjual makanan, obat dan kebutuhan dasar lainnya, Bank dan ATM, Pelayanan internet dan telekomunikasi lainnya, pom bensin dan sejenisnya, seperti penjual LPG dll, pelayanan antar makanan ke rumah-rumah diperbolehkan beroperasi.
"Tentu untuk mall semua ditutup," ucap Prof.Tjandra.
*Hasilnya Kasus Covid-19 di India Turun 8 kali Lipat*
Kebijakan “lockdown” ini berlangsung di beberapa negara bagian dan juga kota-kota besar di India.
Dengan upaya keras dan pembatasan sosial amat ketat ini maka kasus di New Delhi dan di India turun dengan amat drastis.
Dalam waktu satu bulan saja angka kasus baru per hari turun delapan kali lipat, dari lebih dari 400 ribu sehari pada awal Mei 2021 menjadi hanya 50 ribu sehari pada Juni 2021.
"Angka kepositifan India pun turun amat tajam, dari sekitar 22% sebelum ada lockdown menjadi hanya sekitar 3% saja," terangnya.
Saat ini mulai 31 Mei lalu, penerintah New Delhi mulai melakukan pelonggararan dalam bentuk unlocking process, dimana pekerjaan konstruksi bangunan dan pabrik mulai dibuka sehingga buruh harian mulai dapat bekerja kembali.
Ini menunjukkan perhatian aspek ekonomi pada mereka yang amat terdampak, yaitu yang mendapat upah harian yang pekerjaan dan penghasilannya berhenti ketika “lockdown” total.
Lalu tahap berikutnya dimulai seminggu kemudian, yaitu pada 7 Juni 2021 dimana beberapa sudah boleh dilakukan.
Toko-toko di Mall dan pasar mulai dibuka bergiliran, sebagian buka di tanggal genap dan sebagian lain buka di tanggal ganjil saja.
"Jadi hanya separuh toko yang buka," kata dia.
Untuk transportasi umum utama kota New Delhi yaitu kereta “Delhi metro” mulai beroperasi dengan kapasitas 50%. Demikian juga beberapa kantor tertentu.
Bioskop, teater serta tempat hiburan lain, tempat kebugaran, salon kecantikan, cukur rambut, spa dan yang sejenisnya, sampai saat ini masih tutup.
"Dalam perkembangan waktu maka proses pelonggaran (“unlock”) ini akan terus disesuaikan dengan situasi epidemiologi yang ada," ungkap dosen YARSI ini.