Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 4 di Jawa-Bali. Kebijakan ini berlaku mulai 26 Juli hingga 2 Agustus 2021.
Sejatinya, perpanjangan tersebut merupakan pemberlakukan PPKM Darurat untuk yang ketiga kalinya. Tahap pertama, diberlakukan pada 3-20 Juli 2021 dengan nama PPKM Darurat.
Tahap kedua, diperpanjang dari 21-25 Juli 2021 dengan pergantian nama menjadi PPKM Level 4. Dan ketiga, diperpanjang lagi dari 26 Juli 2021 hingga 2 Agustus 2021 tetap dengan nama PPKM Level 4.
Baca juga: DAFTAR Bansos selama PPKM Diperpanjang, BST hingga BLT UMKM, Ini Besaran dan Jadwal Penyalurannya
Selain melonggarkan beberapa ketentuan PPKM Level 4, Presiden Jokowi juga berkomitmen meningkatkan pemberian bansos dan bantuan untuk usaha mikro dan kecil.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Heri Gunawan (Hergun) menyoroti perihal bantuan sosial (bansos) yang masih banyak belum diterima oleh rakyat terdampak.
Pasalnya, di setiap pengumuman pemberlakukan PPKM Darurat/Level 4 juga disampaikan perihal peningkatan bantuan.
Namun fakta di lapangan menunjukkan pendistribusian bantuan yang belum optimal.
“Seharusnnya, pendistribusian bantuan dilakukan seiring dengan diberlakukannya PPKM Darurat/Level4. Jika sudah menerima bantuan, masyarakat pun akan bisa menerima dan mentaati aturan-aturan yang ditetapkan selama pemberlakukan PPKM Darurat/Level 4,” kata Hergun, melalui keterangannya, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Imbas PPKM, Ryans Rayel Akui Pekerjaannya Terkendala, Berusaha Ambil Hikmah
Pemberlakuan PPKM Darurat/Level 4 memang telah direspon dengan menambah anggaran PEN 2021 menjadi Rp744,75 triliun dari semula yang hanya sebesar Rp699,43 triliun.
“Anggaran untuk kesehatan juga dinaikkan dari semula Rp193,93 triliun menjadi Rp214,95 triliun,” ujar Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI itu.
Legislator dari Dapil Jabar IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) melanjutkan, anggaran kesehatan tersebut dialokasikan untuk biaya perawatan pasien, insentif nakes, penyediaan obat covid, pembangunan rumah sakit darurat, dan percepatan vaksinasi.
Baca juga: Lanjutkan PPKM Level 4, Puteri Komarudin Apresiasi Kebijakan KPC-PEN untuk Perpanjang Bansos
“Meskipun anggaran kesehatan dinaikkan, namun pelaksanaanya di lapangan kurang maksimal. Misalnya, insentif Nakes di daerah dilaporkan masih tersendat,” ujar Hergun yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Gerindra.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri, per 17 Juli 2021 realisasi insentif tenaga kesehatan (nakes) baru mencapai 23,6% atau Rp2,09 triliun dari pagu anggaran Rp8,85 triliun.
“Padahal nakes merupakan garda terdepan penanggulangan pandemi Covid-19. Sudah seharusnya mendapatkan prioritas untuk atas hak-haknya. Nakes sudah berjuang mempertaruhkan nyawa dengan mendampingi dan merawat para pasien Covid-19. Peluang terpapar virus sangat besar sekali. Bahkan sudah banyak nakes yang meninggal dunia akibat terpapar virus,” ujar Hergun.
Selain itu, obat-obatan juga dilaporkan mengalami kelangkaan. Hal tersebut diketahui ketika Presiden Jokowi mengecek ketersediaan obat di Apotek Kota Bogor Jawa Barat.
Presiden tidak menemukan obat yang dicarinya. Menurut apotekernya, obat yang dicari presiden yaitu Oseltamivir, Gentromicyn, Favipiravir dan multivitamin, sudah sebulan tidak tersedia.
Ketidaktersediaan obat yang dicari presiden di apotek di kota Bogor menimbulkan kecurigaan tentang dugaan adanya penimbunan obat.
Pasalnya, BUMN Farmasi di hadapan DPR sudah menyatakan telah memproduksi obat-obatan dalam jumlah yang melebihi kapasitas produksinya dalam memenuhi pasokan pasaran.
“Semoga kelangkaan obat bukan karena penimbunan. Kalaupun terindikasi ada oknum yang menimbun obat Covid-19, sudah selayaknya aparat kepolisian mengusut pihak yang terlibat dalam penimbunan obat dan barang-barang penanganan pandemi Corona ini. Sudah saatnya kita bersatu untuk kepentingan bangsa dan negara," pungkasnya.