News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

10 Provinsi Ini Diminta Tingkatkan Testing dan Tracing untuk Lacak Penyebaran Varian Delta

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona. Pemerintah daerah diimbau untuk lebih waspada dan meningkatkan testing dan tracing untuk mendeteksi penyebaran virus corona varian delta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengimbau, pemerintah daerah untuk lebih waspada dan meningkatkan testing dan tracing untuk mendeteksi penyebaran virus corona varian delta.

Beberapa wilayah tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.

Ia menambahkan, bagi provinsi atau daerah lain yang belum melaporkan atau belum menemukan varian delta juga harus tetap waspada.

Pemerintah daerah diharapkan aktif meningkatkan upaya testing dan tracing, serta melaporkan kasus-kasus yang masuk kriteria untuk dilakukan pemeriksaan sekuensing ke laboratorium rujukan.

“Sekali lagi, upaya pengendalian dan vaksinasi yang kita lakukan saat ini masih terbukti efektif untuk mencegah penularan, dan mencegah keparahan dan kematian akibat infeksi varian delta ini,” ujar dr Nadia.

Baca juga: Dalam Rangka Penanganan Covid-19, Kementerian Keuangan Terus Berikan Berbagai Insentif Fiskal

Dia menegaskan, varian delta merupakan varian baru yang saat ini mulai mendominasi pelaporan varian di hampir seluruh negara di dunia.

Varian ini harus selalu diwaspadai karena memiliki kemampuan penularan dan potensi gejala dan keparahan yang lebih tinggi.

Indonesia terus berupaya melakukan kegiatan sekuensing untuk memantau penyebaran varian baru, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

"Per tanggal 18 Agustus 2021, sudah lebih dari 5.000 sekuensing dilakukan dengan 80% hasil adalah varian delta," ujarnya.

Ciri-ciri dan Gejala Covid-19 Varian Delta

Dikutip dari Healthline.com, varian Delta juga dikenal sebagai B.1.617.2.

Varian Delta pertama kali terdeteksi di India.

Para ahli mengatakan, varian Delta Covid-19 menimbulkan ancaman karena lebih mudah menular daripada jenis varian lain dan memberikan gejala yang lebih serius.

Varian Delta juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Dikutip dari cnbc.com, saat ini varian Delta menjadi varian penyakit dominan di seluruh dunia.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan varian Delta menyebar di seluruh dunia dengan kecepatan tinggi, mendorong lonjakan baru dalam kasus dan kematian.

Namun tidak semua negara mengalami situasi yang sama.

Tedros juga mengatakan, varian ini menyebar dengan cepat dan menginfeksi orang yang tidak terlindungi dan rentan.

Swaminathan, Pakar Genetik dan Administrator Internasional asal India memperingatkan bahwa orang yang sudah divaksin masih bisa terkena dan menularkan Covid kepada orang lain.

Karena hal tersebut, WHO mendesak semua orang untuk tetap menggunakan masker dan menjaga jarak dimana pun.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi Covid.

Namun, virus yang menginfeksi jauh lebih sedikit dan gejalanya mungkin tidak akan separah mereka yang belum divaksin.

Mereka yang terinfeksi Covid setelah divaksin mengurangi risiko menularkan virus ke orang lain.

Tetapi, WHO mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami dampak vaksin terhadap penularan.

Gejala Varian Delta

Masih dari Healthline.com, gejala paling umum varian Delta adalah demam, pilek, sakit kepala hingga sakit tenggorokan.

Setiap orang yang terinfeksi varian Delta memiliki gejala yang berbeda-beda.

Gejala yang biasa terjadi adalah demam.

Varian Delta menyebabkan banyak orang sakit parah dalam waktu tiga atau empat hari.

Untuk orang yang lebih muda, gejala varian Delta terasa seperti pilek.

Namun berbeda dengan pilek, mereka yang memiliki varian Delta bisa menularkan virus ke orang lain terutama yang belum divaksinasi sepenuhnya.

Semua orang tetap harus waspada terhadap gejala lain dari virus Corona yaitu demam, batuk, sesak napas, sakit kepala, kelelahan atau kehilangan indera perasa atau penciuman.

Tingkatan Gejala Covid-19

tata laksana pasien COVID-19 berdasarkan tingkat gejala yang dialaminya. (kemenkes_ri)

Berikut ini tingkatan gejala pasien positif Covid-19 yang dikutip dari Instagram @kemenkes_ri:

a. Pasien Tanpa Gejala

- Gejala: Frekuensi napas 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen.

- Tempat Perawatan: Isolasi mandiri di rumah atau fasilitas isolasi pemerintah

- Terapi: Vitamin C, D dan Zinc

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

b. Pasien Ringan

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napad 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen.

- Tempat Perawatan: Fasilitas isolasi pemerintah atau isolasi mandiri di rumah bagi yang memenuhi syarat.

- Terapi: Oseltamivir atau favipiravir, Vitamin C, D dan Zinc

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

c. Pasien Sedang

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napas 12-20 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen, sesak napas tanpa distress pernapasan

- Tempat Perawatan: RS Lapangan, RS Darurat COVID-19, RS Non Rujukan, RS Rujukan

- Terapi: Favipiravir, remdesivir 200 mgIV, azitromisin, kartikosteroid, Vitamin C, D, dan Zinc, Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi Dokter penanggung jawab (DPJP), pengorbatan komorbid bila ada, terapi O2 secara noninvasif dengan arus sedang sampai tinggi (HFNC)

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

d. Pasien Berat Atau Kritis

- Gejala: Demam, batuk (umumnya batuk kering ringan), fatigue/kelelahan ringan, anoreksia, sakit kepala, kehilangan indra penciuman/anosmia, kehilangan indra pengecapan/ageusia, malgia, dan nyeri tuang, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin, mual, muntah, nyeri perut, diare, konjungtivitas, kemerahan pada kulit/perubahan warna pada jari-jari kaki, frekuensi napas lebih besar dari 30 kali per menit, saturasi oksigen lebih besar atau sama dengan 95 persen, sesak napas tanpa distress pernapasan

- Kondisi Kritis: ARDS/Gagal napas, sepsis, syok sepsis, dan multiorgan fallure.

- Tempat Perawatan: HCU/ICU RS Rujukan

- Terapi: Favipiravir, remdesivir, azitromisin, kartikosteroid, Vitamin C, D dan Zinc, Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi Dokter penanggung jawab (DPJP), pengorbatan komorbid bila ada, HFNC/ventilator, terapi tambahan.

- Lama perawatan: 10 hari isolasi sejak timbul gejala dan minimal 3 hari bebas gejala.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini