TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2-4 Jawa-Bali berakhir pada hari Senin, 23 Agustus 2021.
Keputusan untuk memperpanjang PPKM level 2-4 kali ini belum diputuskan.
Tren kasus harian Covid-19 di Indonesia berdasarkan data nasional terlihat menurun.
Meski begitu, masih banyak indikator yang perlu diperhatikan.
Baca juga: UPDATE Kasus Corona Indonesia 21 Agustus 2021: Tambah 16.744 Positif, 23.011 Sembuh, 1.361 Meninggal
Simak kembali data kasus covid selama sepekan terakhir.
Jumlah kasus covid-19 di Indonesia selama sepekan terakhir masih di atas 10 ribu per hari sejak diperpanjang pada 17 Agustus 2021.
Baca juga: UPDATE Corona 22 Agustus 2021: Pasien Positif Tambah 12.408, Sembuh 24.276, Meninggal 1.030
Update kasus Covid-19, Minggu 22 Agustus 2021
Jumlah kasus positif virus corona tercatat ada penambahan 12.408, dari sebelumnya 3.967.048 kasus.
Kini, total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 3.979.456 sejak pertama terkonfirmasi pada 2 Maret 2020 lalu.
Data tersebut dirilis dalam website resmi Satgas Covid-19, covid19.go.id, Minggu (22/8/2021) sore.
Baca juga: UPDATE Corona Global Minggu 22 Agustus 2021: Total Kasus Aktif 17,9 Juta, Indonesia Tertinggi Ke-11
Kabar baiknya, ada sejumlah 24.276 pasien yang berhasil sembuh.
Jumlah pasien sembuh saat ini berjumlah 3.546.324 jiwa, dari pasien sebelumnya sebanyak 3.522.048 jiwa.
Sementara, jumlah pasien positif Covid-19 yang dinyatakan meninggal dunia juga bertambah sebanyak 1.030 pasien.
Sehingga total pasien meninggal dunia akibat virus corona menjadi 126.372 orang, dari sebelumnya 125.342 orang.
Penambahan kasus positif tersebut tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Baca juga: Apa Itu Badai Sitokin? Bisa Akibatkan Kerusakan Organ pada Penderita Covid-19, Ini Gejalanya
Data kasus Covid-19, kesembuhan, dan kematian selama sepekan terakhir (17 Agustus-21 Agustus):
Angka Kasus Corona
- 17 Agustus 2021: 20.741
- 18 Agustus 2021: 15.768
- 19 Agustus 2021: 22.053
- 20 Agustus 2021: 20.004
- 21 Agustus 2021: 16.744
Angka Kematian Corona
- 17 Agustus 2021: 1.180
- 18 Agustus 2021: 1.128
- 19 Agustus 2021: 1.492
- 20 Agustus 2021: 1.348
- 21 Agustus 2021: 1.361
Angka Kesembuhan
- 17 Agustus 2021: 32.225
- 18 Agustus 2021: 29.794
- 19 Agustus 2021: 29.012
- 20 Agustus 2021: 26.122
- 21 Agustus 2021: 23.011
Bagaimana evaluasi epidemiolog terkait pelaksanaan PPKM Jawa-Bali?
Evaluasi epidemiolog
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan, terkait level daerah ada kabar baik, menurutnya beberapa daerah sudah turun levelnya.
Baca juga: PPKM Level 2-4 Berakhir Besok, Akankah Diperpanjang? Ini Data Corona Sepekan dan Arahan Jokowi
"Dari asesmen situasi memang untuk Jawa-Bali dari 7 provinsi, provinsi Jatim, Jawa Barat, DKI levelnya turun dari 4 ke 3. Tetapi kalau kita lihat dari mobilitasnya harus hati-hati, karena mobilitas Jawa-Bali sekarang naik," ungkap Windhu, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/8/2021).
Lanjut dia, mobilitas Jawa dan Bali berdasarkan data Google Mobility, naik. Sementara itu, di luar Jawa dan Bali turun. Hal itu menurutnya karena di Jawa dan Bali ada pelonggaran.
"Virus itu ikut inangnya (orang), kalau inangnya melakukan mobilitas risiko penularan akan naik, ini yang harus diwaspadai," imbuh Windhu.
Sorotan lainnya, masih dari data Google Mobility, terdapat pergerakan dari luar Jawa-Bali ke Jawa-Bali
"Kalau kita tidak waspada yang terjadi pingpong aja. Bisa jadi (kasus) Jawa Bali naik lagi. Bahwa ada mobilitas meningkat dan itu dampak dari pelonggaran," ujar Windhu.
Terkait tren kasus yang turun, menurut dia, masyarakat harus berhati-hati dalam membaca data.
Dia menjelaskan, kasus yang turun selain karena keadaan yang membaik, juga disumbang dari penurunan testing.
Menurut Windhu, testing Indonesia sempat bagus pada bulan Juli, bisa mencapai 3,5 kali lipat dari target WHO. Akan tetapi, sekarang PCR tidak memenuhi batas minimal WHO.
Justru yang menjadi sorotan menurut Windhu adalah kasus kematian yang tinggi. Dia mencontohkan seperti di Jawa Timur.
Baca juga: Peringatan Haul ke-12, Muhaimin Ajak Rakyat Teladani Spirit Perjuangan Gus Dur
"Seperti di Jawa Timur masih tinggi. Jangan-jangan seperti api dalam sekam. Banyak orang yang tidak dites, jadi terlambat, mengalami pemberatan, lalu meninggal," ungkap Windhu.
Dia menambahkan, saat ini banyak kematian di luar rumah sakit. Windhu menuturkan meskipun kasus di daerah mulai rendah, tapi kalau kematiannya rendah berarti ada sesuatu.
Terkait perpanjangan PPKM, menurut Windhu tidak penting apapun namanya, tapi yang harus diperhatikan adalah indikatornya. PPKM yang telah berjalan beberapa waktu terakhir mengalami perbedaan dari PPKM awal.
"Ndak penting nama itu perpanjangan atau apa wong nyatanya perpanjangan-perpanjangan tapi yang terjadi pelonggaran-pelonggaran," kata Windhu.
Baca juga: KSP Jelaskan Alasan Presiden Jokowi Terbitkan PP Perlindungan Khusus Anak
Selain itu Windhu menyoroti pentingnya melakukan testing dan tracing yang lebih kuat. Dia menyebut ada beberapa daerah yang sudah bagus tracingnya sudah melewati batas minimal Kemenkes.
"Tapi celakanya kontak erat yang ditemukan tidak dilanjutkan dengan testing. Yang dilanjutkan tidak sampai 50%. Bayangkan untuk apa melakukan tracing. Bahkan ada daerah yang hanya 7%," imbuh Windhu.
Menurut Windhu juga, banyak daerah yang tidak mengerti tujuan tracing. Seakan-akan tracing hanya untuk laporan saja.
Padahal, kata dia, tujuan tracing adalah untuk memutuskan rantai penularan. Kegiatan tracing harus dilanjutkan dengan testing untuk menemukan kasus positif untuk kemudian diisolasi.
"Kontak erat yang ditemukan oleh para tracer sebaiknya dipersuasi untuk melakukan testing atau nakes di puskesmas jemput bola. Yang harus mendorong itu harus dari pemerintah pusat," pungkas Windhu.
Indikator PPKM jangan diubah-ubah
Senada dengan Windhu, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menyoroti indikator PPKM yang diubah-ubah. Dari beberapa PPKM sebelumnya meskipun levelnya sama, tapi ketentuannya berbeda.
"PR kita selama ini juga adalah konsistensi terhadap indikator itu, jangan diubah-ubah, jangan dilonggar-longgarkan. Levelnya masih sama level 4 tapi pelonggarannya berbeda, nggak boleh seperti itu. Nanti nggak ada patokan yang jelas dan itu berbahaya," tegas Dicky pada Kompas.com, Minggu (22/8/2021).
Selain itu dia juga menyoroti terkait kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi. Menurutnya saat ini masih ada sekitar 100.000-an kasus per harinya.
"Sayangnya kita masih di 100.000-an kasus infeksi kita ini, artinya masih terlalu banyak yang belum terdeteksi,"
Lalu kasus kematian akibat Covid-19 juga masih tinggi. Meskipun menurutnya angka yang ada sudah turun, tapi turunnya tidak banyak.
"Kematian saat ini masih tinggi. Ini artinya kita harus perbaiki respon kita. Kita harus temukan kasus-kasus infeksi ini," tutur Dicky.
Dia memberi saran terkait penanganan Covid-19 kepada pemerintah, berikut ini poin-poinnya:
- Strategi berbasis sains dan pengalaman empiris
- Respon awal cepat, tepat dan kuat
- Tidak menunggu. Lebih baik 'overreact’ daripada menunggu dan mengamati
- Covid adalah penyakit baru dengan segala ketidakpastiannya
- Komitmen dan konsistensi sangat penting.
Selain itu Dicky menyebutkan beberapa faktor yang dapat menghambat keberhasilan penanganan Covid-19:
- Lemahnya system surveillance termasuk dukungan laboratorium untuk deteksi kasus
- Illiteracy keterbatasan pengetahuan dan implementasi strategi pencegahan
- Kurangnya dukungan politik, adanya prioritas lain
- Infodemic. Adanya informasi yang mereduksi upaya
- Lemahnya transparansi dan komunikasi risiko
- Intervensi kebijakan masih dominan tidak berbasis riset dan data.(Kompas)