Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menganjurkan semua negara meningkatkan pengawasan dan antisipasi potensi kenaikan kasus covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro
"Negara negara di dunia harus terus menerapkan public health and sosial. Untuk mengurangi penyebaran Covid-19 menggunakan analisis resiko dan pendekatan berbasis sains," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Kamis (2/12/2021).
Baca juga: Cegah Varian Omicron, Luhut: Pejabat Negara Dilarang ke Luar Negeri
Baca juga: Tingkat Keparahan Varian Omicron Dibandingkan Mutasi Lain Masih Belum Diketahui, Tetap Jaga Prokes
Oleh karena itu pemerintah melalui Surat Edaran Ketua Satgas Covid-19 No 23 Tahun 2021 telah memutuskan menambah masa karantina kedatangan pelaku perjalanan dari luar negeri.
Tadinya semula tiga hari, saat ini menjadi 7 hari per Senin, (29/11/2021). Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga mengeluarkan Surat Edaran.
Isinya membatasi sementara bagi orang asing yang pernah tinggal dan atau mengunjungi wilayah Afrika Selatan. Setidaknya dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk ke Indonesia.
Di antaranya adalah Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, dan Nigeria.
Mengapa Afrika Selatan? Ini mengingat kondisi perkembangan pandemi. Terakhir varian omicron ditemukan di negara ini.
"Penangguhan pemberian visa kunjungan dan tinggal terbatas bagi warga negara yang disebutkan tadi. Ini berlaku sejak 29 November 2021 kemarin," kata Reisa lagi.
Pengetatan ini sejalan dengan saran WHO sejak Juli 2021. Pertimbangan teknis untuk menerapkan pendekatan berbasis risiko perjalanan internasional untuk konteks Covid-19.
Per tanggal 2 Juli 2021, panduan WHO tersebut berisi, selama pandemik Covid-19, perjalanan internasional harus selalu diprioritaskan untuk tujuan penting.
Di antaranya seperti misi darurat dan kemanusiaan, perjalanan personel yang penting, repratiasi dan pegangkutan kargo dan pasukan kebutuhan pokok yang penting.
Selanjutnya, ketika negara secara bertahap menyesuaikan kembali perjalanan internasional tidak mendesak, maka perlu dilakukan langkah mitigasi risiko.