TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pandemi Covid-19 telah memasuki tahun ketiga. Sudah hampir 3 kali lebaran juga, tradisi mudik tak seperti biasanya.
Lantas, bagaimana tahun ini? Bisakah mudik dilakukan tanpa bayang-bayang takut tertular covid-19?
Yuk simak ulasan Epidemiolog.
Baca juga: Ramadan Hampir Tiba, Pakar Epidemiologi Sebut Warga Bisa Mudik Asal Laksanakan Ketentuan Berikut
Baca juga: Vaksinasi Booster yang Digelar Wege di De Braga Targetkan Seribu Dosis Bagi Warga Bandung
Vaksinasi Jadi Proteksi, Ibadah Selama Ramadan Diharapkan Lancar
Ramadan sebentar lagi kembali datang dan artinya mobilitas pun diprediksi kembali tinggi.
Sedangkan mobilitas dan interaksi dapat menimbulkan terjadinya peningkatan setiap penyakit menular. Bukan hanya Covid-19.
Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman berpendapat, potensi ini hendaknya perlu diantisipasi dengan melakukan mitigasi mulai dari sekarang.
Dimulai dari membangun kesadaran protokol kesehatan, memperkuat mitigasi, deteksi dan proteksi.
Salah satu bentuk proteksi adalah vaksinasi Covid-19.
Tahun lalu, Ramadan dapat terlaksana dengan melakukan ibadah di masjid.
Kemungkinan hal itu bisa kembali terjadi di tahun ini dengan cakupan vaksinasi Covid-19 yang lebih besar.
Mudik Bisa Dilakukan, Vaksin Booster Jadi Syarat?
Jika hal itu sudah dipenuhi, maka menurut Dicky, ia optimis mudik bisa dilakukan tahun ini.
"Dan kalau kita sudah bisa lewati gelombang tiga yang didominasi varian Omicron, saya melihat potensi adanya acara tahunan mudik bisa dilaksanakan," ungkapnya pada Tribunnews, Rabu (23/2/2022).
Tapi Dicky menghimbau pemerintah untuk tetap memberikan pembatasan. Karena saat ini Indonesia belum keluar dari situasi pandemi.
"Ketika ternyata tidak bisa dihindari, saya harus pulang, mudik, lakukan mitigasi semaksimal mungkin. Terutama booster menjadi penting, pastikan yang mudik sudah booster," papar Dicky menambahkan.
Selain itu, aplikasi Peduli Lindungi ini diperkuat efektifitasnya. Sehingga selain ditampilkan status booster, bisa dipastikan jika pelaku perjalanan tidak dalam kasus kontak.
Pastikan juga pelaku perjalanan tidak bergejala dalam scanning yang dilakukan. Termasuk cakupan vaksinasi di daerah.
Harus dikejar target 80 persen total penduduk sudah divaksinasi lengkap.
"Kalau memang mau mudik gak masalah. Yang terpenting adalah ketegasan kriteria yang bisa boleh mudik. Selain itu kesiapan prasarana diperketat. Tahun ketiga, sudah memang menata kehidupan ke arah normal, tapi terdata, terukur dan hati hati," pungkasnya.
Pemerintah Sebut Potensi Indonesia Akan Terapkan Booster Covid-19 Keempat
Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan, ada peluang suntikan vaksinasi Covid-19 keempat akan dilakukan kepada masyarakat.
Ia memaparkan, vaksin Booster terbukti memberikan efek proteksi terhadap paparan virus Covid-19.
Namun, kemampuan proteksi ini mulai menurun pada rentang 3-6 bulan setelah penyuntikan vaksin booster.
"Kalau nanti diperlukan dengan studi yang terus kita evaluasi ternyata kita butuh booster keempat, bukan tidak mungkin booster keempat itu perlu dilakukan," kata dia saat mengisi Radio Kesehatan, Rabu (24/2/2022).
Meski kemungkinan tersebut terbuka lebar, Kementerian Kesehatan masih fokus untuk mempercepat dan menjangkau masyarakat yang belum atau tidak lengkap vaksinasinya.
"Tetapi sekarang yang mesti kita kejar adalah bahwa kita mesti melakuka equal policy. Masih banyak yang belum dapatkan vaksinasi pertama dan kedua, itu yang kita kejar dulu supaya kita bisa mendapatkan proteksi yang besar untuk masyarakat yang belum mendapatkan vaksinasi primer," jelas mantan dokter kepresidenan RI ini.
Ia menyebut, vaksinasi primer lengkap ditargetkan selesai pada bulan Juni ini.
Setelah selesai, maka akan dievaluasi dengan uji klinik dan epidemiologi
"Apakah kita memerlukan booster keempat, bukan tidak mungkin booster keempat itu diperlukan tapi bukan sekarang waktunya melakukan booster yang keempat," imbuh Dante.
Tiga Kriteria Status Pandemi Covid-19 Dapat Ditarik Menurut Pakar Epidemiologi
Di sisi Lain Dicky Budiman juga menyoroti genomena beberapa negara, terutama di Eropa yang mendeklarasikan hidup damai dengan Covid-19.
Ia pun menyebutkan untuk menarik status pandemi setidaknya ada kriteria tertentu yang perlu dipenuhi. Kriteria ini pun telah Dicky usulkan pada Badan Organisasi Dunia atau WHO.
"Kebetulan saya dengan dr Nyoman Kandun, Seorang Epidemiolog senior berkontribusi dengan WHO memberikan masukan bagaimana kriteria akhir pandemi," ungkap Dicky pada Tribunnews, Rabu (23/2/2022).
Setidaknya ada tiga hal disampaikan terkait kriteria penarikan status pandemi ini. Pertama setidaknya dunia sudah memahami karakter, pola gelombang atau potensi ancamannya dari Covid-19 ini.
Indonesia sendiri menurut Dicky sudah ada bekal tapi masih dikatakan belum. Dan untuk pola musiman dari gelombang kasus ada yang dua bulan, empat dan enam bulan.
"Dan ini yang tampaknya dari analisa saya, makin kesana gelombang makin berjeda panjang yaitu 4-6 bulan dan semakin mengecil. Ini karena adanya cakupan vaksinasi Covid-19," kata Dicky menambahkan.
Ke depan, gelombang kasus akan lebih mengarah kepada daerah atau negara memiliki cakupan imunitas rendah.
Kedua, harus dilihat aspek bagaimana kasus, insidental atau prevalensi dari Covid-19 dibandingkan penyakit saluran nafas lain. Apakah masih dominan, seperti saat ini atau sudah menurun.
Itu sebabnya survelens yang memantau penyakit lainnya harus diperkuat. Karena dari situ, kita bisa melihat posisi dari Covid-19 ini. Kalau jauh menurun berarti mengarah pada trend yang baik.
Ketiga adalah bagaimana lanskap imunitasnya. Kalau cakupan vaksinasi negara atau global meningkat sekitar 70 persen sebelum akhir tahun, itu sudah bagus.
Tentunya hal ini akan menjadi bekal besar untuk keluar dari masa krisis pandemi. Sekali lagi, bicara kewenangan penarikan status pandemi Covid-19 adalah kebijakan dari WHO.
"Ini sesuai dengan regulasi, atau Konvensi International atau International Health Regulation tahun 2005 yang di situ sebetulnya bukan pandemi, tapi PHEIC, Public Health Emergency International Concern," tegas Dicky.