Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah Malaysia mengumumkan jika varian Covid-19 yang ditemukan di China telah terdeteksi di Malaysia.
Data ini diperoleh berdasarkan informasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Badai Covid-19 di China, Jubir Kemenkes Minta Masyarakat Tetap Waspada
Menteri Kesehatan Malaysia Zaliha Mustafa pun mengatakan jika varian yang masuk tidak dirincikan secara pasti.
Namun, memang diketahui jika China saat ini tengah menghadapi badai Covid-19 karena subvarian Omicron BF.7
Ia pun mengimbau masyarakat untuk segera mendapatkan suntikan vaksin booster.
“Kementerian berkomunikasi erat dengan WHO, China, dan rekan-rekan kami dari Asean. Berdasarkan laporan, WHO mengadakan pertemuan dengan China untuk berbagi data terbaru dan akan terus mendapatkan informasi detail, (update) situasi dan penanganan Covid-19 di negara tersebut,” ungkap Dr Zaliha dikutip dari Straits Times, Selasa (3/1/2022)
Baca juga: Aktivitas Pabrik di China Turun Drastis Pada Desember 2022 Akibat Lonjakan Covid-19
Dr Zaliha mendesak warganya untuk segera mendapatkan dosis kedua, tanpa menunggu vaksin Bibalem tersedia.
Desakan ini ditujukan bagi mereka yang telah melewati periode enam bulan sejak suntikan penguat pertama.
Mengutip data yang ada, Zahila mengatakan vaksin Covid-19 monovalen menawarkan perlindungan efektif terhadap gejala serius dan kematian.
Vaksin ini juga mengurangi tingkat rawat inap, tambahnya.
“Vaksin bivalen akan segera dipasok, karena Badan Regulasi Farmasi Nasional (NPRA) telah memberikan persetujuan bersyarat,” paparnya lagi.
Baca juga: Prancis Wajibkan Turis Asal China Jalani Tes Covid-19
Persetujuan bersyarat untuk vaksin bivalen diberikan pada 14 Desember, dan pasokan diharapkan tiba pada awal 2023.
Vaksin bivalen memberikan perlindungan terhadap virus Sars-CoV-2 asli dan subvarian Omicron.
Seperti BA.4 dan BA.5, yang sebelumnya dikatakan resisten terhadap vaksin.
Ia pun berharap penggunaan suntikan penguat akan terus meningkat.
Terutama di antara individu berisiko tinggi, dengan 49,8 persen warga Malaysia menerima dosis penguat pertama dan 1,9 persen yang kedua.
Zaliha juga menyarankan masyarakat untuk mengamati langkah-langkah pencegahan dan keselamatan.
Serta menelusuri, melaporkan, mengisolasi, menginformasikan dan mencari pengobatan.