TRIBUNNEWS.COM – Perkembangan bisnis global dan politik anggaran pemerintah yang terus berubah mengikuti tantangan zaman adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari.
Situasi bisnis dan dunia usaha saat ini harus terus dicermati bersama agar kelangsungan perekonomian Indonesia dapat berjalan mulus tanpa hambatan.
Salah satu faktor yang harus terus dipantau adalah adanya regulasi yang mengatur penerimaan pendapatan negara. Pajak, demikian orang biasa menyebut, oleh karenanya jadi unsur penting yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Saat ini DPD RI melihat UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sudah saatnya diubah.
Setelah mengadakan Uji Sahih Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (4/8/2015) lalu, acara serupa juga digelar di Medan, Sumatera Utara pada hari yang sama.
Bertempat di Universitas Muslim Nusantara, Medan, uji sahih tersebut dilakukan Komite IV DPD RI dengan Ketua Tim Dedy Iskandar Batubara. Dalam acara uji sahih tersebut, Komite IV mencermati beberapa poin penting soal pembenahan penerimaan pajak yang lebih baik.
Salah satunya bagaimana RUU perpajakan dapat memberikan kepercayaan penuh pada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan pajak terutang, menyetor serta melaporkannya melalui mekanisme Surat Pemberitahuan.
Nantinya, DPD RI berharap regulasi baru tersebut akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
Di samping itu, RUU Perpajakan yang sedang dibahas tersebut juga menyediakan ruang-ruang perubahan terhadap berbagai isu pokok.
Di antaranya aspek keadlilan bagi hasil pajak pusat ke daerah, pengalihan pajak pusat ke daerah, klasifikasi pajak pusat dan daerah dalam kaitannya dengan tata kelola otonomi daerah, keterkaitan UU KUP dengan UU Pajak Daerah dan retribusi daerah, serta penegakkan hukum terhadap penagihan dan penggelapan pajak.
Menurut Ketua Tim Uji Sahih Dedy Iskandar Batubara, berbagai kajian dan masukan dalam acara uji sahih itu diharapkan dapat mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia usaha dewasa ini.
“Karena kalau bisa mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi, keberadaan RUU ini dapat meningkatkan penerimaan pajak di satu sisi, sementara di sisi lainnya hubungan bisnis tetap berjalan baik dan lancar,” tukas Dedy.
Selain itu, Dedy juga mengatakan RUU tersebut akan masuk ke RUU Usul Inisaitf DPD dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Oleh karenanya ia optimis RUU tersebut dapat diajukan segera ke DPR dan pemerintah sebelum tahun ini berakhir.
Namun, DPD RI sendiri menegaskan akan melihat perkembangan situasinya lebih lanjut. Jika isi Undang-Undang (UU) tersebut berubah lebih dari 50 persen akan diganti. Namun, jika kurang dari 50 persen UU itu hanya akan diubah.
Selain mengikuti perkembangan bisnis global dan dunia usaha, satu hal lain yang melandasi uji sahih RUU ini adalah penerimaan pajak yang selalu meleset dari target setiap tahunnya.
Seorang senator DPD RI asal Lampung, Andi Surya mengatakan, penerimaan pajak yang selalu meleset dari target tersebut harus dibenahi segera dengan melakukan langkah terobosan.
Satu langkah terobosan yang bisa dilakukan, imbuh Andi, adalah Dirjen Pajak yang diberikan otoritas yang lebih besar dalam mengatur pengelolaan dan memungut keuangan.
“Menurut DPD RI, pemerintah sebenarnya telah melakukan terobosan melalui upaya remunerasi petugas pajak. Karena itu kami mengusulkan agar lembaga pajak, dalam hal ini Dirjen Pajak, dapat diberikan otoritas yang lebih besar,” kata Andi dalam kesempatan dan waktu yang sama.
Pajak memang salah satu unsur penerimaan negara yang penting. Penyerapannya harus terus diawasi agar pembangunan di berbagai daerah dapat terus meningkat.
Perubahan dalam pengelolaan dan penerimaan pajak, dengan demikian, sudah sepantasnya dicermati lebih lanjut oleh berbagai pihak untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera. (advertorial)
Ikuti terus perkembangan terbaru dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) hanya di Kabar DPD RI.