TRIBUNNEWS.COM – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian tinggal selangkah lagi disahkan DPD RI. Naskah akademik beserta draft rancangan UU tersebut telah dirampungkan Komite IV DPD RI pada Sidang Paripurna DPD RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/8/2015).
Harapannya harmonisasi serta pemantapan konsep RUU tersebut dapat selesai di awal bulan September 2015 untuk kemudian disampaikan pada pimpinan DPD RI.
“Kita selesaikan di awal September lalu kita sahkan. Kalau bisa selesai, ini akan menjadi karya kita,” tegas Ketua DPD RI Irman Gusman.
Lebih lanjut Irman mengatakan DPD RI ingin mendaftarkan RUU ini sebagai usul inisiatif DPD RI melalui mekanisme RUU kumulatif terbuka.
Sementara itu Ketua Komite IV DPD RI Ajiep Padindang, pihaknya mengharapkan harmonisasi dan sinkronisasi RUU tersebut masuk dalam pembahasan dalam masa sidang.
“Kami siap membahasnya bersama DPR RI dan pemerintah. Insya Allah, RUU ini bisa menjadi UU Perkoperasian yang terbaik. Prosesnya panjang dan lama, materinya pun lengkap,” tutur Ajiep yang merupakan senator asal Sulawesi Selatan tersebut.
Pimpinan Komite IV DPD RI sendiri telah mengabarkan perampungan RUU Perkoperasian ini beserta naskah akademiknya lewat surat pada pimpinan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI 11 Agustus 2015 lalu.
Nantinya pimpinan PPUU DPD RI akan melakukan harmonisasi sekaligus sinkronisasi dan pemantapan yang meliputi aspek teknis, substansi dan asas-asas pembentukannya.
Namun, mantan Ketua PPUU DPD RI Gede Pasek Suardika mengingatkan momentum pembahasan RUU usul inisiatif ini jangan melupakan RUU lain yang juga sedang dalam tahap pembahasan dan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015.
RUU lain yang tercatat masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015 adalah RUU Wawasan Nusantara, RUU Bahasa Daerah, dan RUU Ekonomi Kreatif.
“Kita jangan kehilangan momentum. Kinerja politik kita substansial, tidak sekadar seremonial,” tegas Gede Pasek.
RUU kumulatif terbuka sendiri tergolong RUU bukan daftar prolegnas yang diajukan DPR RI, DPD RI, dan Presiden. Contohnya RUU pengganti UU yang tidak mengikat pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan seluruh isinya tidak mengikat dalam sidang pengucapan putusan uji materi UU Perkoperasian—perkara nomor 28/PUU-XI/2013, tanggal 28 Mei 2014.
Sementara RUU kumulatif terbuka merupakan klasifikasi prolegnas selain RUU prioritas dan RUU luncuran (carry over). RUU prioritas disusun setiap tahunnya berdasarkan usulan DPR RI, DPD RI, dan Presiden.
Sedangkan RUU luncuran adalah warisan prolegnas sebelumnya yang disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun Prolegnas disusun lima tahunan untuk kemudian dibagi per satu tahunan (annual).
RUU Perkoperasian termasuk RUU prolegnas prioritas tahun 2015 usulan Pemerintah. Pembahasan naskah RUU tersebut telah dikaji bersama-sama Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Rabu 5 Agustus 2015 silam.
Dalam kesempatan itu, RUU Perkoperasian tercatat terdiri dari 20 bab, 78 pasal, 196 ayat dan dilengkapi 7 peraturan pemerintah di pasal-pasal tertentu.
Tim reviewer penyusunan naskah akademik yang dipimpin Revrisond Baswir dalam kesempatan itu menekankan, koperasi merupakan hal yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Penyusunan RUU itu pun harus disertai pemahaman yang dalam agar orang tidak salah kaprah dalam berkoperasi.
Sebab, menurut Revrisond makhluk koperasi itu berbeda dari makhluk yang lain karena ia menghayati filsafat hidup yang berbeda dibanding manusia lain.
“Manusia koperasi adalah orang yang senang menolong, berbagi kemampuan, dan semua berlandas hubungan kekeluargaan yang saling memberdayakan dan menggenapkan,” katanya dalam kesempatan tersebut. (advertorial)
Ikuti terus perkembangan terbaru dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) hanya di Kabar DPD RI.