TRIBUNNEWS.COM, BENGKULU - Kunjungan hari kedua Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bersama rombongan di Provinsi Bengkulu diisi dengan beberapa kegiatan. Mulai dari meninjau Pelabuhan Pulau Baai hingga dialog dengan para pengusaha yang tergabung dalam KADIN, IWAPI, dan HIPMI, hingga mampir ke Yayasan Pendidikan Najamuddin, yang dikelola keluarga besar Wakil Ketua III DPD RI Sultan Baktiar Najamuddin.
Yang menarik, di sela agenda yang padat dari pagi hingga petang itu, LaNyalla menyempatkan diri mampir ke Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu, untuk melaksanakan sholat dhuhur. “Saya sempatkan napak tilas perjalanan perjuangan beliau di Bengkulu. Kebetulan pas tiba waktu dhuhur, ya sholat sekalian di rumah bersejarah ini,” ungkap LaNyalla sebelum meninggalkan bangunan Cagar Budaya yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bengkulu itu, Selasa (21/1/2020) siang.
Setelah melihat-lihat seluruh ruangan dan foto serta koleksi benda-benda milik Bung Karno, LaNyalla langsung menuju halaman belakang rumah berarsitektur perpaduan Eropa dan Cina itu. Di bagian belakang bangunan rumah seluas 10x20 meter itu terdapat sumur tempat sang Proklamator menimba air untuk keperluan sehari-hari. LaNyalla pun langsung menimba air dan menggunakan untuk wudlu. Segegas kemudian, lelaki kelahiran 10 Mei 1959 itu pun menuju kamar Bung Karno untuk menggelar sajadah dan sholat.
Belum usai LaNyalla mengucap salam di akhir sholat, hujan lebat mengguyur provinsi berjuluk ''Bumi Rafflesia'' itu. Halaman berumput asri di rumah yang dihuni Bung Karno selama empat tahun, sejak 1938 hingga 1942 itu pun basah kuyup. Udara dingin pun langsung meyeruak di tengah Kota Bengkulu yang sedari pagi terasa panas.
Seperti diketahui, di rumah tersebut terdapat barang-barang peninggalan Soekarno. Mulai dari 300-an buku berbahasa Belanda yang ada di ruang kerja Bung Karno, juga 120 pakaian pentas sandiwara Monte Carlo, lalu 22 koleksi foto, dan tempat tidur. Juga satu sepeda ontel, satu set kursi di ruang tamu, lemari makan, surat cinta Bung Karno untuk Fatmawati dan meja rias yang terdapat di kamar Bung Karno.
Rumah itu sendiri dibangun oleh seorang pedagang bahan bangunan kebangsaan Cina, Tjang Tjeng Kwai, pada tahun 1918. Setelah Indonesia merdeka, rumah tersebut pernah dijadikan markas perjuangan PRI, rumah dinas AURI, stasiun RRI, dan kantor pengurus KNPI Dati I dan II. Hingga pada tahun 1994 ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. (NFM*)