TRIBUNNEWS.COM - Pada Rabu (3/2/2021), Komite IV DPD RI melakukan rapat kerja (Raker) secara virtual dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Raker tersebut membahas pelaksanaan UU No. 1 tahun 2016 tentang Penjaminan dan UU No. 2 tahun 2020 yang terkait dengan PEN serta Evaluasi Kebijakan OJK pada Tahun 2020 yang terkait dengan PEN.
Ketua Komite IV DPD RI H. Sukiryanto menyatakan sejauh ini OJK telah mengeluarkan serangkaian kebijakan di sektor jasa keuangan, yang diharapkan bisa mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dan mengoptimalkan implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Kami berharap OJK semakin proaktif untuk melakukan pemantauan dan koordinasi tidak hanya di pusat, namun juga di daerah-daerah melalui kepanjangan tangan kantor regional atau kantor OJK di daerah-daerah,” kata H. Sukiryanto dalam sambutannya.
Peran aktif OJK tersebut diharapkan mampu meningkatkan kembali kinerja di sektor perbankan yang sempat mengalami penurunan seperti yang terjadi pada bank Himbara yang kinerjanya turun hingga 40% sepanjang tahun 2020.
“Penurunan ini tak terelakkan sebagai dampak pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian juga bergerak negatif hingga akhir kuartal ketiga lalu bahkan hingga akhir Desember lalu diperkirakan masih terkontraksi -2,73% sampai dengan minus 1%,” tambahnya.
Dalam pemaparannya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya telah melakukan sinergi kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor riil dan sektor jasa keuangan melalui 6 (enam) hal yaitu:
(1) memberikan ruang gerak bagi sektor riil dengan restrukturisasi kredit, penilaian kualitas dengan satu pilar;
(2) menjaga stabilitas pasar keuangan melalui pelarangan short selling, buyback saham tanpa RUPS, asymmetric auto rejection, perubahan trading halt dan jam bursa;
(3) menjaga ketahanan sektor jasa keuangan melalui penundaan penerapan standar Basel III, relaksasi batas pelaporan dan kemudahan lainnya;
(4) digitalisasi UMKM dan SJK melalui penyaluran KUR secara digital, digitalisasi BWM, Laku Pandai, digitalisasi BPR dengan white labelling bersama Himbara;
(5) pengembangan kebijakan keuangan digital; dan
(6) digitalisasi proses pengawasan, pelaporan, fit & proper, transaksi pasar modal maupun RUPS.
“Adapun dukungan sektor jasa keuangan dalam program pemulihan ekonomi dilaksanakan melalui restrukturisasi kredit/pembiayaan, penempatan dana pemerintah dengan total sekitar Rp319,8 triliun telah tersalurkan oleh Bank Himbara, BPD, dan Bank Syariah, subsidi bunga, serta penjaminan kredit oleh Jamkrindo dan Askrindo di 2020 yang telah melakukan penjaminan terhadap 900 ribu pihak senilai Rp14,7 triliun,” kata Wimboh menjelaskan.
Wimboh Santoso menambahkan, kebijakan sektor jasa keuangan pada tahun 2021 difokuskan untuk mendukung program PEN, penguatan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan, pengembangan ekosistem sektor jasa keuangan, akselarasi transformasi digital di sektor jasa keuangan (SJK), serta penguatan kapasitas internal.
“Kita juga masih melanjutkan kebijakan stimulus di tahun 2021 yang terdiri dari kebijakan restrukturisasi, mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku usaha khususnya UMKM melalui Bank Wakaf Mikro, KUR Klaster, penurunan Bobot Risiko (ATMR), digitalisasi UMKM, kemudahan bagi sektor kesehatan, serta dukungan bagi Lembaga Pengelola Investasi,” tambahnya.
Menanggapi pemaparan Ketua OJK, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Casytha A. Kathmandu memberikan beberapa catatan, misalnya terkait penempatan dana PEN kepada perbankan.
“Dalam berbagai kesempatan, Perbankan mengatakan bahwa leverage dana PEN telah dilaksanakan, dengan demikian tugas mereka sudah selesai sesuai dengan komitmen. Tetapi bagaimana utilisasinya? Bagaimana actual growthnya? Ini belum ada penjelasan,” tukas Senator asal Provinsi Jawa Tengah ini.
Atas kondisi tersebut, ia meminta agar Perbankan penerima penempatan dana pemerintah menyampaikan secara transparan bagaimana kondisi pertumbuhan dan realisasi kredit atas penempatan dana PEN yang dimaksud.
Casytha juga menyingung eksistensi Jamkrida yang selama ini banyak yang mengalami pertumbuhan positif, tetapi ruang geraknya masih sempit dan dibatasi.
“Agar ruang gerak Jamkrida bisa diperluas sehingga menjadi nilai tambah bagi daerah dan masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV Novita Anakotta mengapresiasi perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit, subsidi bunga, serta kebijakan stimulus lanjutan yang dilakukan OJK yang dimaksudkan agar dapat memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan melewati pandemi.
“Dengan catatan OJK harus terus melakukan evaluasi atas implementasi kebijakan tersebut, serta menyempurnakan apabila diperlukan,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Senator dari Provinsi Bengkulu Sultan Bachtiar Najamuddin meminta kepada OJK agar terus memantau penyelesaian pembayaran klaim nasabah asuransi bermasalah seperti Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Bumiputera.
“Kami selalu ditanyakan oleh masyarakat bagaimana kejelasan pembayaran klaim tersebut. Karena itu kami meminta komitmen dari OJK agar memantau dan mendorong agar cepat dibayarkan,” pintanya.
Terkait dengan penempatan dana PEN, Senator dari Provinsi Sumatera Selatan, Arniza Nilawati, memberi catatan bahwa belum semua Bank Pembangunan Daerah (BPD) diberikan kesempatan untuk menyalurkannya. Padahal, bank daerah selama ini turut membantu dalam pemulihan ekonomi di daerah.
“Kami mendorong agar OJK bisa memberikan dukungan kepada BPD yang belum mendapat kesempatan menerima penempatan dana PEN, sehingga seluruh BPD bisa membantu pemulihan ekonomi di daerah secara maksimal,” katanya.
Hal lain yang patut menjadi perhatian Komite IV DPD RI adalah kurangnya edukasi dan sosialisasi masyarakat penerima manfaat yang dirasa masih kurang. Karena itu, OJK harus terus mengupayakan edukasi dan pembinaan khususnya terhadap program PEN.
Sebagai tindak Rapat Kerja, Komite IV DPD RI dan OJK sepakat untuk terus bersinergi dalam melakukan pengawasan, sosialisasi, dan edukasi atas kebijakan-kebijakan sektor jasa keuangan terkait Program PEN pada tahun 2021 kepada masyarakat dan daerah. (*)