TRIBUNNEWS.COM - Inovasi industri kelistrikan dengan memanfaatkan tenaga surya resmi beraktivitas di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim). Hal itu pun mendapat perhatian serius Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Sebab, meskipun mampu menyuplai energi dengan stabil, namun inisiasi pembangkit tersebut masih oleh perusahaan asing.
“Ke depan saya berharap Indonesia memiliki sendiri perusahaan dalam negeri dan tenaga-tenaga ahli yang mampu mengelola sumber daya alam yang melimpah, termasuk sumber daya energi terbarukan yang berkelanjutan," tutur LaNyalla dalam keterangan resminya, Sabtu (20/2/2021).
Di mata mantan Ketua Umum Kadin Jatim itu, sumber energi terbarukan di Bontang yang mampu dieksplorasi merupakan inovasi integrasi pembangkit tenaga surya dengan powerstore battery, yang merupakan solusi untuk efisiensi penggunaan energi.
“Negeri kita ini kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya sumber daya energi. Ada energi panas bumi, energi surya, air dan lain sebagainya. Ini bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap energi berbagai fosil. Sudah seharusnya perusahaan-perusahaan dalam negeri masuk,” tutur dia.
Pada saat yang sama, dalam rangka program ketahanan energi sudah sepatutnya energi baru dan terbarukan tersebut dimanfaatkan untuk menopang sistem kelistrikan di Indonesia.
"Eksplorasi dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan jika bisa dioptimalkan akan menjadi pondasi bagi ketahanan energi dalam negeri. Saya kira kita harus dorong untuk segera dimanfaatkan," tutur alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar diantaranya, mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW.
Saat ini pengembangan EBT mengacu kepada Perpres Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%.
Untuk itu, langkah-langkah yang akan diambil pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024. Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197 juta USD. (*)