TRIBUNNEWS.COM - Faktor penyebab meningkatnya kasus perkawinan usia anak tentunya dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Namun lebih utama khususnya di Indonesia karena kita berada di lingkup negara negara Asia yang budaya (patriarki, red)-nya masih sangat kuat.
Tak heran bila di masyarakat Indonesia masih kerap kita mendengar seperti "Jangan pernah menjadi perawan tua", "Menikah muda merupakan sunnah Rasul", "Banyak anak banyak rejeki", dan lain sebagainya yang menempatkan perempuan hanya sebagai obyek dalam perkawinan atau rumah tangga.
Demikian disampaikan dr.Jihan Nurlela, Anggota DPD RI Dapil Lampung, pada Sesi Talkshow Hari Perempuan International bertajuk "Menilik Meningkatnya Kasus Perkawinan Usia Anak Pada Masa Pandemi" yang digagas Kaukus Perempuan Parlemen RI di halaman Nusantara V Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Selasa (16/3/2021).
"Kita memang harus meluruskan paham-paham budaya seperti itu, karena praktik-praktik tersebut tentunya banyak faktor resiko dari faktor perkawinan anak itu sendiri. Apalagi jika sudah dikaitkan dengan faktor ekonomi didalamnya. Disamping faktanya banyak Hakim di Pengadilan pula yang mengabulkan rekomendasi permohonan perkawinan terhadap anak dengan mempertimbangkan kekhawatiran akibat pergaulan bebas sehingga dikhawatirkan terjadi kehamilan di luar nikah atau lantaran telah hamil terlebih dahulu," papar dr.Jihan.
Perkawinan di usia anak atau usia muda bagi dr.Jihan, memunculkan tiga resiko besar baik secara biologis, psikis maupun kerugian negara. Secara biologis ditandai dengan belum berhentinya dunia anak-anak pada dirinya. Selain resiko kanker serviks yang menghantuinya.
Secara psikis, emosi masih belum stabil, egoisme masih tinggi, belum cukup mandiri untuk menghadapi masalah masalah keluarga, sehingga mudah memunculkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berujung perceraian. Sedangkan secara efek kerugian negara, perkawinan anak ini turut menyumbang 1.7 persen kerugian negara, lanjut Jihan.
Masalah kompleks ini dapat di pecahkan bersama-sama, tidak bisa diserahkan tugas ini pada pemerintah semata. Butuh sinergi para stakeholder baik swasta maupun organisasi organisasi peduli perempuan dan anak, tokoh tokoh agama, pemda pemda, selain juga memperkenalkan para orang tua alat-alat reproduksi sebagai jawaban atas derasnya arus informasi yang deras yang diperoleh anak anak kita, ujar Jihan.
Dalam rangka membumikan politik sebagai bagian dari upaya membangun desa dan membangun negara, perempuan DPD RI akan terus terlibat dalam pembahasan isu-isu nasional dan daerah, sehingga dapat terlibat dalam pembangunan daerah untuk kesejahteraan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kegiatan pameran foto dan rangkaian talkshow tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Pameran foto dan rangkaian talkshow yang digelar pada tanggal 8-18 Maret 2021 di Selasar Gedung Nusantara II dan Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan. Perempuan dapat turut serta dalam memajukan bangsa, dan ikut dalam keputusan menentukan masa depan bangsa.
Perempuan Parlemen di DPD RI serta organisasi-organisasi perempuan lainnya membutuhkan sinergitas bersama dalam menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah ketahanan pangan dan lingkungan hidup yang lebih baik lagi. (*)