TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Fernando Sinaga bersama mitra kerja Komite I DPD RI, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dr. Surya Tjandra melakukan kunjungan kerja bersama ke Provinsi Riau pada Senin dan Selasa (21–22/7) ini.
Dalam kunjungan kerja pada Selasa ini (22/7), Fernando Sinaga dan Surya Tjandra mengunjungi Kabupaten Kepulauan Meranti untuk mengawasi dan memantau langsung pelaksanaan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Sebagaimana yang tertuang dalam Inpres nomor 5 Tahun 2019 yang menetapkan 96 persen luas wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti masuk dalam zona konservasi gambut dan hutan ditetapkan moratorium area peruntukan lain (APL) yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Sementara, sisanya 4 persen adalah permukiman.
Fernando Sinaga menilai, permasalahan PIPPIB di Kabupaten Kepulauan Meranti ini telah menjadi permasalahan yang bisa menyeret konflik masyarakat dengan pemerintah terutama yang lahannya masuk dalam PIPPIB.
“Komite I DPD RI tentu saja berharap pemerintah konsisten melaksanakan perbaikan tata kelola hutan dan lahan gambut yang saat ini sedang berlangsung sebagai upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta pelestarian lingkungan hidup berkelanjutan," ujarnya.
"Namun jangan sampai instruksi moratorium Area Peruntukan Lain (APL) yang masuk dalam PIPPIB sebagaimana tertuang dalam Inpres nomor 5 tahun 2019 ini mengebiri hak warga terutama di Kepulauan Meranti ini untuk mempunyai lahan sendiri. Tentu ini menjadi catatan penting bagi Kementerian ATR/BPN, mengingat telah banyak usulan penerbitan surat tanah warga daerah setempat yang mandek di BPN karena pelaksanaan PIPPIB ini”, tegas Fernando yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara ini.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kepulauan Meranti, H.M Adil telah mengajukan surat permohonan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
Dalam surat itu, Bupati Meranti meminta Presiden dapat segera mencabut moratorium yang dimaksud. Menurutnya, keputusan itu tidak adil dan relevan mengingat jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti mencapai 240.000 jiwa dengan wilayah permukiman yang hanya disisakan tidak lebih dari 4 persen.
Bupati Meranti menilai, Inpres tersebut akan menjadi sumber masalah besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, bahkan kondisi ini didorong oleh tingginya tingkat kemiskinan daerah setempat sebelum dan saat pandemi Covid–19.(*)