TRIBUNNEWS.COM - Salah satu akar persoalan saat ini adalah masih sangat banyak masyarakat berada di desa–desa dalam kawasan yang disebut “Kawasan Hutan” sehingga tidak mendapat pelayanan yang memadai dari pemerintah sebagai representatif negara.
Persoalan ini telah disoroti oleh Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang tertuang dalam hasil aspirasi masyarakat daerah pada Masa Sidang yang lalu.
Hasil aspirasi masyarakat daerah yang dijalani oleh seluruh anggota Komite I DPD RI, mengutip dari data yang dilansir oleh Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran DPD RI), salah satu rekomendasi dibidang pertanahan adalah di beberapa provinsi masih banyak Desa yang sudah ada sejak lama, yang berdasarkan UU Kehutanan, desa tersebut sesungguhnya masuk dalam kawasan hutan, sehingga menyulitkan masyarakat berkembang karena status kawasan hutan.
Di sela–sela memimpin Rapat dengan Puskadaran DPD RI yang digelar secara hibrid pada Selasa (24/8) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fernando Sinaga mengungkapkan beberapa langkah aksi yang akan diambil oleh Komite I DPD RI dalam menyelesaikan permasalahan desa yang berada di kawasan hutan, terutama terkait dengan pelepasan dari kawasan hutan dan mendorong optimalisasi pelayanan publik di desa yang berada di kawasan hutan.
Fernando menjelaskan, langkah Komite I sebagaimana sudah dijadwalkan dalam masa sidang saat ini, membangun komunikasi yang baik dan koordinasi yang intensif dengan menggelar Rapat Kerja (Raker) bersama kementerian atau lembaga terkait pelepasan desa dari kawasan hutan, yaitu Menteri atau Wakil Menteri ATR/BPN, Menteri LHK dan organisasi masyarakat sipil.
“UU Cipta Kerja melalui PP nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah sesungguhnya sudah membuka ruang untuk melakukan percepatan pelepasan desa dari kawasan hutan. Maka sebagai pimpinan Komite I DPD RI, kami ingin mendengar dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK dan Kemendes PDTT apa yang menjadi hambatan pelepasan desa dari kawasan hutan," ungkap Fernando.
Fernando menambahkan, memasuki masa sidang I tahun 2021–2022 ini, pengawasan Komite I DPD RI terhadap pelaksanaan UU Pokok–Pokok Agraria (UUPA) dan UU Cipta Kerja terutama terkait pelepasan desa dari kawasan hutan dan kinerja Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) akan lebih ditingkatkan.
“Kami ingin pelepasan desa dari kawasan hutan bisa diselesaikan secepatnya oleh Pemerintah sehingga masyarakat desa dapat menikmati pelayanan publik yang jauh lebih baik dari saat ini. Komite I DPD RI juga akan mengawasi jalannya evaluasi HGU oleh Pemerintah terutama terkait alokasi 20 persen lahan untuk rakyat," tegas Fernando yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara ini. (*)