TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai kaum terdidik, khususnya para mahasiswa, harus menjadi garda terdepan dalam revolusi pemikiran. Oleh karena itu, ia berharap revolusi pemikiran para mahasiswa harus menyentuh akar persoalan fundamental yang dihadapi bangsa ini. Terutama terkait Pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat menghadiri secara virtual Kongres DEMA Fakultas Syariah se-Indonesia yang digelar Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (28/10/2021).
“Para mahasiswa harus mulai berpikir global namun tetap membumikan karakter kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan tetap berpegang teguh kepada cita-cita luhur para pendiri bangsa sebagai landasan kerangka berfikir. Karena masih banyak pekerjaan kita untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik ke depan,” ujar LaNyalla.
Menurutnya, dalam situasi krisis akibat Covid-19, pemikiran-pemikiran mahasiswa sangat diperlukan. Tentu saja untuk membantu pemerintah dalam menutupi berbagai kelemahan yang terlihat saat Covid-19 melanda.
“Pada saat Sidang Bersama DPD RI dan DPR RI tanggal 16 Agustus lalu, saya sampaikan di hadapan Presiden dan Wakil Presiden, bahwa Pandemi Covid-19 juga membawa hikmah. Yaitu mengetahui kelemahan-kelemahan fundamental, yang selama ini belum terungkap. Hikmah itu menjadi titik awal pekerjaan besar bangsa ini ke depan, termasuk perlunya keterlibatan generasi muda,” katanya.
LaNyalla menambahkan adanya pandemi bangsa ini menjadi tahu bahwa sektor kesehatan sangat rapuh. Berbagai fakta terlihat, seperti rumah sakit-rumah sakit nyaris collapse, tenaga medis berguguran, fasilitas kesehatan dan alat medis kekurangan, juga kualitas kesehatan masyarakat yang ternyata banyak yang memiliki komorbid.
“Kita jadi tahu kalau industri alat kesehatan kita masih didominasi produk impor. Sementara beberapa anak bangsa yang mencoba memproduksi sejumlah alat pendukung medis di tengah pandemi belum mendapat kepercayaan dari kita sendiri,” ungkap dia.
Di sektor pendidikan, lanjutnya, kualitas pembelajaran diuji dengan pola baru, yaitu belajar dari jarak jauh atau online. Belum lagi soal kesiapan dukungan sarana dan dukungan infrastruktur teknologi di desa dan pelosok negeri.
“Pandemi juga memberi hikmah kepada kita tentang ketahanan sektor sosial bangsa ini. Terlihat bagaimana negara kesulitan menjangkau masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial karena database penerima bantuan belum tertata dengan baik,” paparnya.
Ketahanan ekonomi juga sangat rentan. Mulai dari skala UKM hingga menengah besar. Di mana UMKM yang mengandalkan transaksi langsung di pasar merasakan dampak dari konsekuensi pembatasan sosial.
Sementara marketplace melalui sejumlah Unicorn lebih banyak diisi barang impor dan anak bangsa hanya menjadi dropshipper atau penjual saja.
“Oleh karena itu, hikmah-hikmah tersebut harus kita jawab dengan revolusi pemikiran dan kesadaran kognitif kita sebagai bangsa yang besar. Karena memang Indonesia adalah bangsa yang besar,” tegas LaNyalla di acara bertajuk “Peran Generasi Muda Mewujudkan Revolusi Pemikiran di Era Pandemi Covid-19” itu.
Apalagi Indonesia akan menghadapi era Bonus Demografi, puncaknya di tahun 2045. Jumlah penduduk usia produktif yang mendominasi hingga 70 persen dari populasi. Sehingga dibutuhkan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap penduduk usia produktif tersebut.
“Itulah yang harus disiapkan, termasuk oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Indonesia. UIN menjadi instrumen penting dalam menghadapi arus perubahan global, sekaligus sebagai jembatan komunikasi dan hubungan antar negara Islam di dunia. Keunggulan kompetitif tersebut harus dapat dimanfaatkan secara maksimal. Terutama dalam menyongsong kebangkitan ekonomi syariah dan industrialisasi produk halal di dunia,” ucapnya.(*)