TRIBUNNEWS.COM – Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menilai penyelenggaraan e-Government sangat mendesak diterapkan di Indonesia. Adanya e-Government dapat mewujudkan adanya pelayanan pada masyarakat, pelaku bisnis dalam kerangka pelayanan publik yang berkualitas. PPUU DPD RI juga akan mendorong agar penyelenggaraan e-Government dapat diatur dalam sebuah undang-undang tersendiri.
“Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), seharusnya membuat Indonesia telah berada posisi yang lebih baik dalam hal pelaksanaan e-Government. Namun kenyataannya pemanfaatan tekonologi Informasi kelihatan belum maksimal,” ucap Ketua PPUU DPD RI, Badikenita Br Sitepu dalam rapat kerja PPUU DPD RI dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Rabu (01/12/2021).
Badikenita menjelaskan, Perpres merupakan peraturan yang mengimplementasikan kewenangan presiden dalam lingkup yang lebih kecil tanpa ada kejelasan batasan permasalahan diatur dalam peraturan tersebut.
Oleh karena itu, regulasi berupa peraturan presiden kurang tepat jika dijadikan sebagai bentuk aturan yang menjadi acuan implementasi SPBE di Indonesia karena akan ada potensi berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang lebih tinggi
"Berdasarkan hal itu, PPUU memandang perlu dibentuk aturan yang kedudukannya lebih tinggi dan cakupan yang lebih luas yaitu dalam bentuk peraturan pada level undang-undang yang khusus mengatur tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau Pemerintahan Digital (SPBE)," imbuh Senator DPD RI dari Sumatera Utara ini.
Senada dengan Badikenita, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan SPBE dibutuhkan karena adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang transparan, cepat, dan efektif. Tetapi saat ini SPBE di Indonesia masih belum sesuai ekspektasi karena biaya yang belum efisien dan sistem yang tidak terintegrasi.
"Adanya RUU SPBE dapat mendorong terciptanya layanan e-Government yang dapat memberi manfaat seperti meningkatkan investasi pusat data di Indonesia dan menghemat belanja teknologi, informasi dan komunikasi pemerintah," kata Johnny.
Untuk mewujudkan RUU SPBE, lanjut Johnny, diperlukan adanya kolaborasi antar lintas pemangku kepentingan, termasuk DPD RI. DPD RI dibutuhkan terkait perumusan RUU SPBE untuk menggali peran daerah guna mempercepat SPBE di tingkat daerah.
“Mengingat Perpres saat ini baru mengatur di tingkat kementerian dan lembaga. Langkah sinergis kita perlukan agar e-Government memberikan solusi atas pelayanan baik di pusat dan daerah agar lebih efisien dan eksklusif,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPD RI dari Lampung Abdul Hakim mengatakan bahwa Indonesia saat ini membutuhkan adanya regulasi berupa undang-undang dalam mewujudkan pelayanan berbasis elektronik. Kehadiran payung hukum dalam bentuk undang-undang sangat dibutuhkan dalam mengelola pemerintah yang berbasis elektronik. Ia pun berharap akan ada sinergi antara DPD RI dengan pemerintah dalam menginisiasi RUU SPBE ini.
“Kami berharap ada komunikasi yang lebih intens. Karena ini ada aspek yang fundamental, ini ada persoalan yang terkait pemerintah. Karena di dalamnya ada persoalan teknis, persoalan data, ataupun kesiapan infrastruktur,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPD RI dari Sumatera Barat Muslim M Yatim mengatakan bahwa e-Government dibutuhkan untuk sinergi data antara pusat dan daerah dalam perumusan kebijakan. Karena selama ini banyak terjadi kesalahan dalam data-data di masyarakat.
“Seperti bantuan sosial kemarin, data di daerah tidak sampai ke pusat, bahkan sampai 6 bulan waktunya. Pembagian bansos juga tidak tepat sasaran. Banyak orang tidak mampu yang minta bantuan tidak dikasih, tapi orang meninggal atau orang mampu malah dikasih bantuan,” jelasnya. (*)