TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra tak bisa menyembunyikan kekecewaannya mendengar kabar perjuangan pebalap kebanggaan Indonesia, Rio Haryanto, tak bisa lagi berlaga di ajang balap Formula 1.
Kiprah pembalap kebanggaan Indonesia itu harus berakhir setelah tim yang menaunginya selama ini, Manor Racing Team, memutuskan tidak melanjutkan kontrak.
Keputusan tersebut terpaksa diambil tim balapan asal Inggris tersebut pada seri ke 11 F1 Jerman lalu.
Dikabarkan, manajemen Rio belum melunasi pembayaran atas keikutsertaan di ajang jet darat tersebut.
“Keputusan ini menjadi potret buram dunia olahraga Indonesia. Seolah membuktikan negara ini tidak mampu menolong atlet yang membawa nama bangsa ke pentas dunia,” sesal Sutan di sela-sela rapat dengan PNRI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (31/08/2016).
Politisi F-Gerindras itu menambahkan, nasib Rio Haryanto merupakan korban dari permainan pencitraan pemerintah yang berlebihan.
Ia menilai Menteri Pemuda dan Olahraga ingin tampil jadi pahlawan, tapi tidak memperhitungkan regulasi keuangan negara.
“Dulu beberapa BUMN telah bersepakat untuk mendanai Rio Haryanto untuk berlaga di ajang balap F1, kalkulasi pendanaan yang dikumpulkan pun lebih dari cukup untuk membalap satu musim,” jelas politisi asal dapil Jambi itu.
Namun, tambah Sutan, rencana ini berantakan ketika pemerintah berencana mengambil alih pendanaan lewat APBN.
Padahal, tak ada dasar hukum dana itu masuk ke anggaran Menpora karena penetapan APBN telah terjadi lebih dulu.
Akibatnya, BUMN membatalkan rencana pembiayaan kepada Rio Haryanto.
Tak dapat berbuat apa-apa, pemerintah pun lepas tangan.
“Kejadian yang di alami Rio Haryanto merupakan anomali dari promosi yang dilakukan pemerintah. Tahun ini, promosi pariwisata Indonesia menghabiskan satu triliun rupiah, sedangkan untuk membiayai balapan yang di tonton milyaran penduduk dunia di ratusan negara kita tidak mampu. Padahal, kehadiran Rio Haryanto di ajang F1 merupakan promosi luar biasa bagi Indonesia,” kecewa Sutan. (Pemberitaan DPR RI)