TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dr. Nurhayati Ali Assegaf menjadi panelis WTO Public Forum yang diselenggarakan pada 27 September 2016 di markas besar WTO di Jenewa, Swiss.
Mengusung tema besar “Perdagangan yang Inklusif”, plenary session merupakan bagian dari 100 rangkaian acara yang mengundang pembicara di seluruh dunia.
Delegasi Indonesia turut diwakili oleh anggota DPR dari fraksi PDIP yang berasal dari Komisi I, Charles Honoris.
Nurhayati menegaskan pentingnya dampak fenomena Nilai Rantai Global (Global Value Chain) yang menjelaskan proses produksi bahan dari mentah hingga jadi di banyak negara.
Itu terlihat dari data WTO yang menyebutkan, GVC menyumbang 70% dari total perdagangan global.
Dia pun menekankan pentingnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia agar terlibat dalam GVC.
Berada di antara panelis lain yang diwakili OECD, Parlemen Uni Eropa dan Parlemen Pakistan, Nurhayati mendorong dibuatnya kebijakan yang melindungi ekonomi lokal, menciptakan pertumbuhan berkelanjutan, serta menciptakan investasi yang berkeadilan yang dapat dinikmati semua masyarakat.
Kebijakan itu juga, lanjut Nurhayati, harus mampu mendorong UMKM dalam negeri yang dapat memberi manfaat dari GVC melalui peningkatan kemampuan, kompetensi, pembangunan kapasitas, serta transfer teknologi.
Sebagai tokoh perempuan, Nurhayati tak lupa mengangkat permasalahan tentang pemberdayaan perempuan.
Sampai saat ini, perempuan masih mengalami berbagai ketimpangan dibanging pria di bidang pendidikan, lapangan pekerjaan, serta aktivitas ekonomi lainnya.
“Pemberdayaan perempuan sejalan Target Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang disepakati para pemimpin dunia pada tahun lalu,”ungkap dia.
Rangkaian acara berlanjut ke sesi tanya jawab, Charles Honoris menyampaikan pandangan serta pertanyaan kepada panelis tentang pentingnya peran e-commerce yang berkembang beberapa tahun terakhir seiring mudahnya akses internet serta bagaimana parlemen Pakistan mendukung e-commerce.
Plenary session berlangsung selama 90 menit tersebut berjalan sangat menarik dan atraktif karena banyaknya pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta.
Di akhir pemaparannya, Nurhayati melontarkan pernyataan tegas “jangan sampai GVC menjadi bentuk kolonialisme baru dari negara maju terhadap negara miskin”. (Pemberitaan DPR RI)