TRIBUNNEWS.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang mewajibkan mundurnya anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika mencalonkan diri dalam Pilkada dinilai begitu kontras bila dibandingkan dengan Putusan MK Nomor 17/PUU-VI/2008, yang menjadikan petahana Kepala Daerah tidak perlu mundur ketika mencalonkan diri dalam Pilkada dan cukup cuti saja.
Hal itu dipaparkan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan saat mewakili Tim Kuasa DPR RI memberikan keterangan untuk Perkara MK Nomor 22/PUU-XVIII/2020 mengenai pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU (UU Nomor 10 Tahun 2016) terhadap UUD NRI 1945.
“Ironis, karena seorang petahana Kepala Daerah memiliki akses terhadap kebijakan, anggaran. Serta, SDM karena Kepala Daerah merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah, Lalu program-program dan menguasai wilayah administrasi yang justru pada petahana Kepala Daerah yang mencalonkan kembali. Hal itu berbeda dengan anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ujar Arteria saat menyampaikan pendapatnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (12/8/2020).
Menurut Arteria, anggota parlemen adalah jabatan yang dipilih secara langsung oleh rakyat serta sudah menempuh suatu rangkaian proses yang panjang meliputi penyaringan dan penjaringan bakal calon di partai politik.
Maka, ketika ada pengaturan mundur Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri saat Pilkada, ia menyebut hal itu berarti seseorang bisa mundur dua kali yang tidak logis.
Arteria menegaskan, Anggota DPR RI bukan bukan hanya pelayan rakyat. Namun wakil rakyat, bahkan DPR RI merupakan pejuang rakyat. Ketika seorang Anggota DPR, DPD, dan DPRD mencalonkan diri dalam Pilkada, ungkapnya, justru akan senafas dan sejalan dengan perannya yang selalu memperjuangkan rakyat terutama di daerah pemilihannya.
“Ketika pada akhirnya nanti seorang Anggota DPR, DPD, dan DPRD berhasil menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah sebagai maka akan semakin maksimal perhatian yang dapat diberikan seseorang tersebut untuk berbuat yang terbaik untuk daerah pemilihannya. Karena, sudah mempunyai anggaran yang memadai begitu juga kekuasaan,” pungkas politisi PDI-Perjuangan itu. (*)