TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin mendorong Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk memperketat pengamatan dan meningkatkan pengawasan terhadap entitas maupun situs-situs investasi.
Ini setelah munculnya tindakan pemblokiran terhadap 105 domain situs penyedia jasa investasi trading ilegal. "DPR meminta Bappeti mengimplementasikan secara maksimal Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi sehingga tercipta penyelenggaraan pasar perdagangan berjangka komoditi yang sehat," jelasnya, Jumat (16/4/2021).
Azis Syamsuddin juga menekankan kepada Bappebti bersama SWI untuk memetakan modus operandi jasa investasi trading ilegal. "Dalami modusnya. Ambil tindakan dan segera sampaikan ke masyarakat agar cepat diambil tindakan. Apabila ada kemunculan entitas investasi tanpa izin yang terindikasi melanggar aturan dan berpotensi merugikan," paparnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bappebti untuk menggencarkan sosialisasi program edukasi tentang keuangan dan perdagangan berjangka komoditi yang dimiliki OJK dan Bappebti.
Agar masyarakat yang memiliki semangat berinvestasi dapat menyalurkannya kepada lembaga investasi resmi. Maka Bappebti harus gencar menyosialisasikan kepada masyarakat berbagai situs penyedia jasa investasi trading legal.
"Sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan perdagangan berjangka komoditi pada entitas yang sudah berizin Bappebti," jelas Azis Syamsuddin.
Selain itu, Azis menekankan kepada Bappebti untuk mempermudah pengurusan proses perizinan bagi para penyedia situs perdagangan berjangka komoditi baru, sehingga mendorong situs tersebut untuk memperoleh izin beroperasi di Indonesia.
"Perlu kiranya kami mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya dengan suatu situs investasi dan dapat membedakan situs investasi legal dan ilegal, serta dapat mewaspadai penawaran-penawaran dari berbagai pihak yang seakan-akan memberikan keuntungan mudah dan besar, namun berpotensi merugikan penggunanya," terang Azis Syamsuddin. (as)