TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendukung langkah Menteri Sosial Tri Rismaharini yang melaporkan adanya 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (Bansos) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Saleh, yang disampaikan Risma merupakan bukti bahwa data kemiskinan memang masih bermasalah.
"Ini adalah bukti terbaru. Tidak tanggung-tanggung, ada 21 juta data bansos yang salah. Ini tidak bisa didiamkan. Betul datanya sudah ditidurkan. Tetapi proses pendataan sehingga bisa salah seperti itu harus diperiksa," ungkap Saleh dalam keterangan tertulisnya yang diterima Parlementaria baru-baru ini.
"Apakah dalam pemberian bansos sebelumnya ke-21 juta data itu masih menerima? Lalu, kenapa dengan mudah dilaporkan dan ditidurkan? Siapa penanggung jawab pendataannya?" sambung Saleh.
Dia melanjutkan, sewaktu Menteri Sosial dijabat Khofifah Indar Parawansa, sudah ada program satu pintu data kemiskinan yang diolah oleh Kementerian Sosial. Lalu sekarang, ada yang disebut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pihaknya pun kini jadi bertanya lagi mengenai perbedaan data kemiskinan dan DTKS.
"Apa ini bukan bagian dari verifikasi data yang sudah divalidasi? Kenapa kok sekarang ada menteri baru yang menyebut ada 21 juta data yang salah?" urainya.
Politisi PAN itu menilai problem kesalahan data ini tidak bisa begitu saja dibiarkan. Pasalnya, ada banyak konsekuensinya. Termasuk akan banyak yang mempertanyakan data yang dipakai dalam pemberian bantuan sosial yang berjalan saat ini.
"Katakanlah, misalnya, pemberian bantuan PKH (Program Keluarga Harapan). Begitu juga pendataan bagi KIS atau BPJS Kesehatan dari data PBI, dan program bantuan sosial lainnya. Data mana yang dipakai? Apakah ini tidak menjadi bagian dari kesalahan data tersebut?" jelasnya.
Lebih jauh, Saleh menyatakan pihaknya merasa heran dengan masih adanya kesalahan data. Ia menyatakan, Fraksi PAN sudah mengikuti soal pendataan ini sejak 2017.
"Mestinya semakin ke sini, pendataannya semakin bagus, kok ini malah makin tidak jelas. 21 juta data itu tidak sedikit. Memverifikasinya pasti tidak mudah. Apalagi, kalau data yang dimaksud itu disortir berdasarkan by name by address," tutupnya Saleh. (*)