TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menilai desain RAPBN tahun 2022 sangat penting sebagai kunci keberlanjutan pemulihan.
Target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sangat krusial dalam menjaga keberlanjutan pemulihan jangka menengah maupun jangka panjang, sekaligus untuk mendorong upaya keluar dari middle income trap. Untuk itu, kebijakan reformasi struktural harus diikuti dengan strategi-strategi yang dapat terimplementasi dengan baik di lapangan.
“Pemerintah perlu fokus untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kesenjangan infrastruktur, mempercepat adopsi teknologi, serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja,” ujar Puteri dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama pemerintah dan otoritas terkait untuk membahas Asumsi Dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dalam RAPBN Tahun 2022, pada Rabu (2/6/2021).
Sebagai informasi, pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN tahun 2022, antara lain pada 5,2–5,8 persen untuk pertumbuhan ekonomi, inflasi pada 2,0-4,0 persen, tingkat suku bunga SBN 10 tahun pada 6,32–7,27 persen, nilai tukar rupiah pada Rp13.900–Rp15.000 per dollar AS, harga minyak mentah pada USD 55–65 /barel, lifting minyak bumi pada 686–726 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi pada 1.031–1.103 ribu barel setara minyak per hari. Puteri pun mengimbau agar perumusan indikator tersebut dilakukan secara kredibel dan akuntabel dengan mempertimbangkan berbagai dinamika perekonomian nasional dan global.
“Perumusan APBN 2022 harus dapat mengantisipasi berbagai potensi risiko yang mungkin terjadi. Misalnya, ketimpangan akses vaksin Covid-19 antar negara yang menyebabkan laju pemulihan yang beragam. Hingga pemulihan ekonomi AS yang mendorong normalisasi kebijakan moneter yang lebih cepat. Berbagai risiko ini perlu diantisipasi karena berpotensi memicu pembalikan aliran modal dari dalam negeri yang dapat mempengaruhi imbal hasil surat utang dan tekanan pada nilai tukar rupiah. Sementara itu, kita juga masih menghadapi proses pemulihan secara sektoral dan spasial yang masih belum seragam dan berpotensi memperlebar kesenjangan,” ungkap Puteri.
Menutup keterangannya, politisi Fraksi Partai Golkar ini pun mengimbau pemerintah dan otoritas terkait agar pengalokasian stimulus tetap sejalan dengan arah kebijakan konsolidasi fiskal untuk menjaga kesehatan APBN dalam jangka menengah-panjang.
“Pemberian stimulus dalam rangka program PEN memang sangat penting untuk menjaga nafas perekonomian, tetapi tidak bisa selamanya karena pada dasarnya kebijakan stimulus fiskal adalah kebijakan yang timely, temporary, dan targeted. Di sinilah tantangannya, bagaimana merumuskan desain APBN dan keberlanjutan stimulus fiskal secara cermat dan hati-hati di tengah tantangan untuk kembali pada target disiplin fiskal di tahun 2023,” pungkasnya. (*)