Berdasarkan data, kata Gobel, anggaran untuk subsidi pupuk mengalami penurunan terus dalam lima tahun ini.
“Pada 2019 sebanyak Rp 34,3 triliun, pada 2020 Rp 31 triliun, pada 2021 Rp 29,1 triliun, pada 2022 Rp 25,3 triliun, dan pada 2023 Rp 24 triliun. Sehingga dalam lima tahun ini, subsidi pupuk berkurang hampir Rp 10 triliun. Ini angka yang sangat besar,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, kata Gobel, ia selalu menerima pengaduan dari para petani. Ia bercerita, para petani ini di masa tanam sulit mendapatkan pupuk dan bibit karena tak cukup punya modal.
Namun saat panen harga gabah jatuh dan hasil produksinya pun tak diserap Bulog karena kualitas gabahnya medium sehingga tak sesuai kriteria Bulog.
“Pada pascapanen ini ada masalah pengeringan dan penyimpanan, sehingga jika gabahnya digiling maka beras menjadi pecah atau warna beras buram. Jadi pemerintah harus membantu juga penanganan pascapanen melalui mesin pengering dan alat panen yang modern. Kita harus perbanyak pengadaan alsintan. Ekosistem pertanian yang baik belum tercipta dan belum sesuai perkembangan zaman. Di sini negara harus hadir,” katanya.
Gobel mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah di sektor pertanian ini, seperti hal-hal teknis dan edukasi. Namun, ada yang tak kalah pentingnya yaitu pemanfaatan instrumen fiskal dan APBN.
“APBN adalah instrumen sangat penting dalam melakukan perubahan suatu bangsa. APBN didistribusikan ke mana dan untuk siapa. Ini yang harus dilihat mengapa Indonesia tak maju-maju,” ucapnya.
Gobel mengatakan, sektor pertanian adalah sektor yang sangat strategis. Sebab, pertama, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kedua, sektor pertanian memberikan pangan pada bangsa.
“Nasib bangsa besar akan sangat rawan jika pangan pokoknya tergantung bangsa lain. Ketiga, sektor pertanian berada di desa sehingga ini menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dan menjadi penggerak ekonomi desa. Jadi jangan main-main dengan pertanian,” katanya.
Selain pertanian, kata Gobel, pemerintah juga harus memprioritaskan sektor perikanan dan perkebunan. Pasalnya, dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan. Sektor pangan juga menyerap lapangan kerja yang sangat besar. Tak hanya itu, kata dia, masalah kemiskinan harus ditanggulangi secara organik.
“Tidak bisa dengan cara instan. Bansos dan BLT itu untuk kondisi darurat, bukan solusi sejati dalam penanggulangan kemiskinan. Ibarat aspirin, itu tak mengobati penyakitnya, hanya menghilangkan simtomnya saja. Jadi jangan bangga dengan turunnya angka kemiskinan jika faktornya karena Bansos dan BLT,” ucapnya.
Penyelesaian secara organik, lanjut dia, adalah dengan memberdayakan orang miskin melalui ekosistem usaha yang membantu mereka bangkit dan berdiri diatas kakinya sendiri.
Oleh karena itu, Gobel mengingatkan, ada dua hal yang mengganggu pertanian dan pangan dunia saat ini.
Pertama, perang Rusia-Ukraina. Negara-negara eks Uni Soviet merupakan penghasil utama kalium yang menjadi bahan utama pupuk.