News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ibadah Haji 2024

Kisah Romantis Pasutri Pemulung Antar Berhaji, Tak Menyerah Diremehkan sampai Allah Mudahkan Berhaji

Penulis: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kerap diremehkan lingkungan sekitar dan keluarga menjadi jalan bagi Khumaidi dan Siti Fatimah ke berhaji. kuti kisah romantisme mereka di Tanah Suci.

Kisah Romantis Pasutri Pemulung Antar Berhaji, Tak Menyerah Diremehkan sampai Allah Mudahkan Berhaji

TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Kerapkali diremehkan lingkungan sekitar, juga keluarga menjadi jalan bagi Khumaidi dan Siti Fatimah ke Tanah Suci. Ikuti kisah romantisme mereka di tanah suci.

Lantunan talbiyah terus keluar dari mulut Khumaidi (49) dan istrinya siti Fatimah (45).

Baca juga: Curhat Korban Penipuan Visa Haji Ilegal, Terasa Buronan di Arab Saudi: Duh Gusti Ingin Pulang Saja

Keduanya bergandengan mesra seolah tak terpisahkan saat tawaf mengelilingi Kakbah di Masjdiil Haram.

"Ndredeg (berdebar) hati saya, akhirnya ya Allah bisa juga tawaf depan Kakbah," kata Fatimah saat bercerita bagaimana perasaannya mimpinya ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji terwujud.

Tangannya tak pernah lepas terus menggandeng Khumaidi belahan jiwanya itu,

"Pokoknya saya gandengan terus di depan Kakbah. Ada orang-orang berbadan gede itu nabrak saya, gandengan gak lepas. Di sini (hotel) juga kami kemana-mana berdua," katanya sambil tersipu malu.

Romantisme keduanya ini kerapkali mengundang perhatian teman sekamar mereka karena meski terpisah kamar, keduanya nyaris tak terpisah.

Baca juga: Khawatirkan Papa Mamanya Naik Haji, Prilly Latuconsina Rasakan Peran Orangtua di Rumah

Saat tiba waktu makan, Khumaidi akan berkunjung ke tempat istrinya untuk makan berdua.

"Tetangga kamar sampai bilang kami kaya perangko," katanya lagi sambil terus tersenyum malu.

Saat ditanya mengapa apa-apa berdua, bahkan saat berhaji pun mereka enggan terpisah.

Kota Makkah Arab Saudi semakin hari makin padat. Jutaan umat muslim dari berbagai penjuru dunia terkonsentarsi di Masjdiil Haram jelang puncak haji. (TRIBUNNEWS.COM/ANITA K WARDHANI/MCH 2024)

Khumaidi pun menjawab, “Karena enak ga enak dirasakan berdua.”

Perjuangannya naik haji berangkat dari keyakinan, semua susah senang dijalani berdua.

“Pasrah Gusti Allah, masa panggilan ke rumah Allah ga ada jalane, jadi daftar aja

Saat melihat ka’bah keduanya tak kuasa meneteskan air mata. Akhirnya ia melihat sendiri Baitullah yang selama ini hanya dilihatnya di TV dan poster.

“Sangat terharu, sebelumnya lihat Ka’bah di TV sama poster, ini bisa lihat langsung, ndredeg (gemetar), nangis, Gusti Allah kulo sampeyan paringi koyo ngeten (Ya Allah, saya diberikan seperti ini),” ungkapnya mensyukuri nikmat bisa memenuhi panggilan Allah.

Ia pun sempat memanjatkan syukur, “Kulo dateng panjenengan, niki amanah sampean, (saya datang padamu ya Allah, untuk memenuhi amanah panggilan-Mu-red).” Keduanya memanjatkan doa agar anaknya bisa berkunjung ke baitullah dan segera punya cucu.


Jalan Berliku ke Tanah Suci, Dari Diremehkan hingga Allah Beri Jalan ke Tanah Suci

Meski sedih diremehkan karena kondisi ekonominya, namun semangat pasutri yang kesehariannya sebagai pemulung ini pun tak lelah bekerja demi melipur sakit hatinya.

Bermula saat uang yang dikumpulkannya dari hasil membuat batu bata merah dan barang-barang bekas akan diinvestasikan membeli tanah.

Alih-alih mendapatkan sebidang tanah untuk dibangun rumah, warga desa Karangdieng Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto ini justru mendapat penolakan dari si pemilik tanah yang masih terbilang keluarga ini.

Kain hitam penutup Kakbah (Kiswah) di Masjid al-Haram di Mekah, Arab Saudi, terlihat sudah terangkat, Rabu (29/5/2024).  (Tribunnews.com/Anita K Wardhani)

Uang 10 juta yang seharusnya untuk membeli tanah itu tak diterima oleh si penjual tanah.

Sakit hati dirasakan Khumaidi dan Fatimah.

Tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan. Siti Fatimah ingin melipur lara dengan memanfaatkan uang ini untuk mendaftarkan haji.

“Waktu yang jual tanah mengembalikan uang saya sedih. Iki duite nggo opo ya (ini uang buat apa), ya wis dinggo seneng-seneng wae (ya sudha buat senang-senang saja) daftar haji,” ungkap Siti Fatimah.

Tekad Khumaidi dan Fatimah berkunjung ke Baitullah kiat kuat, keduanya pun bekerja keras agar bisa menutupi biaya talangan haji yang sudah disetorkan sejak tahun 2013.

Dua tahun sejak membayar talangan, Khumaidi berhasil melunasi. Baik itu setoran haji awal maupun pelunasan dana talangan.

Tiada lelah pasangan ini selalu berdua bahu membahu membangun mimpi berkunjung ke rumah Allah di Tanah Suci, menunaikan rukun Islam kelima.

Khumaidi dan Siti Fatimah hanya berbekal keyakinan, dalam doanya berbalur tangisan, akan ada hari bahagia yang dijalaninya setelah diremehkan oleh orang-orang terdekat, baik keluarga maupun lingkungan sekitarnya,

Setiap hari kedunya sempat mencari nafkah dengan membuat batu bata merah, terhitung sejak keduanya menikah di tahun 1999. Daerahnya memang dikenal sebagai kawasan pembuat batu bata merah.

“Soro (sengsara), pokoke bekerja pagi, siang, malam kerjo mawon sembarang kalir (serabutan semua dikerjakan). Kulo donga mawon, nangis (saya hanya berdoa sambil nangis) pokoknya yakin Allah beri jalan bisa naik haji,” ujar Fatimah supaya bisa melunasi talangan haji.

Keduanya bahkan sempat tidak bisa tidur saat datang surat pemberitahuan bahwa keduanya harus segera melunasi.

Saat gundah ini, pasangan yang dikaruniai dua anak ini tidak peduli dengan omongan tetangga atau keluarga, “paling ga bisa ngelunasi.”

Keraguan itu bahkan masih saja datang hingga tiba waktu mereka harus membayar pelunasan biaya haji, bahkan biaya manasik haji.

“Ya terus diremehkan, Ada yang bilang bisa ta bayar biaya manasik iku maha. Tapi kulo yakin iso bayar ora?.”

Allah ternyata memberi mereka bertubi-tubi kemudahan.

Lewat kerja keras, keduanya berhasil membuktikan tak ada yang tak mungkin termasuk mampu naik haji jika Allah memanggil.

Kumpulkan Barang Bekas di TPA, Sisihkan Rp75 Ribu untuk Berhaji

Setelah bahan membuat batu bata merah mulai habis, saat Covid di tahun 2021, mereka memutuskan beralih profesi: pemulung.

“Tanahnya sudah habis untuk bikin boto (bata merah-red), trus ngambilin rongsok,” jelas laki-laki yang kini berumur 49 tahun.

Khumaidi tak malu memunguti barang bekas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karang Dieng Desanya karena tak perlu modal.

“Tidak perlu modal, saya ndak malu, yang penting dapat uang halal,” jawab Khumaidi saat diwawancara Tim Media Center Haji (MCH) termasuk Tribunnews.com Sabtu (8/6/2024) di Hotel tempatnya Sektor 10, Nomor 1006. 

Sejak jam 7 pagi hingga jam 12 siang, Khumaidi dan Fatimah sudah harus berjibaku dengan sampah kaleng, kardus, hingga botol plastik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Karangdiyeng, Mojokerto.

Terkadang, usai siang, ia kembali lagi mencari barang yang bisa dijual. Setelah dipilah, ia jual ke pengepul yang ada di sekitar TPA.

Dari hasil mengumpulkan barang bekas, dalam sehari, ia biasa mendapat penghasilan sekitar Rp100.000.

“Rp75.000 ditabung bayar haji, Rp 25.000 dipakai biaya sehari-hari,” terang Khumaidi.

Setelah terkumpul 1 juta atau 2 juta, ia baru menyetorkan ke lembaga penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah.

Rezeki Anak Shaleh Shalilah Ikut Muluskan Jalan ke Tanah Suci

Kemudahan lain yang dirasakan Khumaidi dan Siti Fatimah adalah saat Allah memberinya rezeki anak yang sholeh dan shalihah.

Anak perempuannya memilih bekerja dan menunda tawaran kuliah tanpa tes dari sebuah Uinversitas.

Sang anak sulung memilih ikut menyisihkan uang gajiannya untuk menambah biaya pelunasan Khumaidi dan Siti Fatimah.
Demikian juga si bungsu, Malik Fajar . Ia ingin uang hadiah khitan yang didapatkannya dimanfaatkan ayah ibunya membeli kambing untuk diternakkan dan hasilnya bisa untuk melunasi biaya haji.

“Anak saya yang laki-laki usul, pak ditukokne kambing nggo bayar haji (beli kambing untuk bayar haji.”
Kini anak laki-lakinya itu telah lulus SMK dan berharap bisa bekerja di Jepang.

Rezeki lagi-lagi datang. Setelah urusan biaya haji tuntas, Khumaidi dan Fatimah bersyukur kini ia sudah memiliki rumah sendiri juga sebidang tanah sawah yang dditanami padi.

Dengan keadaan hidupnya saat ini. Ia tak menduga kini bisa mempunyai rumah dan sawah bahkan naik haji.

Saat keluarganya menolaknya membeli tanh, karena dianggap tidak berpunya, kejabian Allah datang di hidupnya.
Tak lama setelah berhasil melunasi biaya talangan haji, di tahun 2016, Khumaidi dan Fatimah justru mendapat tawaran tanah dari tetangganya tanah dengan harga yang sangat terjangkau, yaitu 1.900.000,-.

Bahkan tetangganya itu hanya mau dibeli tanahnya oleh Khumaidi dan tidak akan menjual kepada orang lain, “Kalau ga dijual ke kamu, ga usah dijual,” ungkap Khumaidi menirukan ucapan tetangganya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini