Alasan ketiga perlunya Pansus, menurut Wisnu, karena menguatnya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama.
Hal ini mengindikasikan melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Baca juga: Kurangi Antrean Haji, Muhammadiyah Usul Saudi Tambah Bangunan Bertingkat di Arafah hingga Mina
Wisnu mengungkapkan rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus sejumlah 19.280 orang.
"Namun demikian dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024 terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus," ucapnya.
Wisnu menilai tindakan sepihak Kemenag tersebut terindikasi melanggar Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Itu artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000 orang maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.
"Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk Pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang. Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama, yaitu mencapai 40 tahun," tandasnya.