Laporan Wartawan Tribunnews.com, Anita K Wardhani dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) telah usai. Ada kisah mengesankan tersisa di hati petugas saat mengawal jemaah menyelesaikan prosesi ibadah ini.
Baca juga: Komisi VIII DPR Bantah Ada Politisasi di Balik Wacana Pembentukan Pansus Haji
Tak hanya berperan sesuai tugas dan fungsinya, seorang petugas jika sudah berseragam, maka fungsinya pun bak istilah gaul, palugada: apa (yang) lu (mau), gue ada.
Tak ada lagi dikotomi atau eksklusifisme seorang petugas kesehatan hanya mengurus jemaah sakit tapi juga harus bersiap menjalankan apa yang diminta jemaah.
Bagaimana kisah para petugas haji ini? Berikut ini Tribunnews.com sarikan kisahnya.
Atasi Panik, Alat Infus Ala Kadarnya hingga Pakaian Dalam dan Sandal Jadi Alat Bantu Medis
Kisah mengesankan ini dialami Tim Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP3JH).
Tim PKP3JH ini menjalankan tugasnya mengawal jemaah yang mengalami gangguan kesehatan saat beribadah di Tanah Suci, juga mengalami hal-hal mengesankan karena bukan hanya sesuai tugasnya.
Salah seorang tim PKP3JH yang mendapatkan pengalaman mengesankan saat membantu jemaah adalah dr Ridwan Siswanto Sps.
Kisah bermula saat dokter spesialis saraf ini bertugas di Jamarat lokasi jemaah melempar jumrah di Pos Tim Management Crisis Rescue (MCR) yang dibentuk Petugas Penyelenggara Haji (PPIH) untuk mengawal pelayanan jemaah saat puncak ibadah haji di Arafah Muzdalifah dan Mina (MCR).
Pos 5 MCR atas ini lokasinya sepanjang jembatan menuju Terowongan Mina mengarah ke Maktab, lokasi tenda jemaah mabit selama di Mina.
Di lokasi ini meski ada ada atap, terasa aura suhu panas Arab Saudi yang luar biasa terik membuat jemaah kelelahan hingga picu dehidrasi.
Baca juga: Arab Saudi Umumkan 1.301 Jemaah Haji Wafat, 83 Persen di Antaranya Jemaah Visa Non Haji
Ada jemaah yang alami heat stroke dan terkapar kelelahan bahkan saat mau masuk Maktab.
Kondisi jemaah benar-benar sangat lelah namun tetap ingin melaksanakan rangkaian ibadah.
"Di pos itu saat hectic banget, saya temukan jemaah lemas. Heat excucion kelelahan disertai dehidrasi. Jemaah pun tak kuat jalan dan sempat membuat kami petugas panik," kata dr Ridwan kepada Tribunnws.com.
Tak ingin berlama-lama panik, dr Ridwan melakukan tindakan cepat membongkar isi tasnya mengeluarkan obat dan cairan infus.
Dalam pikirannya hanya terlintas, bagaimana jemaah ini segera pulih tak sampai terlewat.
Cuaca panas saat prosesi lempar jumrah aqabah memang benar-benar menguras tenaga apalagi banyak jemaah belum sarapan.
"Jadi saya hanya berpikir bagaimana agar jemaah tak lagi lemas. Infus saya kaitkan dengan perlengkapan ala kadanya di batang payung diselipkan di dinding jembatan Jamarat," katanya.
Oralit hingga bekal makanan pribadi pun dibagi untuk jemaah jadi senjata menolong. Jemaah akhirnya bisa lanjutkan perjalanan.
Baca juga: Jemaah Haji Lansia dan Risiko Tinggi Boleh Tanazul atau Dipulangkan Lebih Dulu, Ini Mekanismenya
Tim PKP3Jh berkolaborasi dengan Tim Emergensi Sektro (TEMS) dari KKHI kerap menghadapi jemaah yang lelah dan tanpa energi.
Petugas sengaja membawa bekal selain untuk sendiri juga untuk jemaah seperti tahun lalu dilakukan petugas, banyak jemaah belum sarapan demi melempar jumrah.
Tak hanya di Jamarot, keberadaan pasukan PKP3JH ini juga ada di seksi khusus (seksus) di Masjidil Haram.
PKP3JH melakukan jemput bola jemaah pada yang bermasalah kesehatannya saat beribadah di Masjidil Haram karena semua pusat kegiatan ibadah haji sebagian besar ada di kitar Kakbah.
PKPK3JH hadir saat jemaah kesulitan akses fasilitas kesehatan yang disediakan Arab Saudi.
Lokasi yang rawan menurut dr Ridwan adalah di area tawaf dan area sai.
Panas terik picu kelelahan dehidrasi heat stroke bahkan serangan jantung.
Jemaah yang punya peyakit bawaan seperti darah tinggi, diabet sangat rentan terpicu kelelahan hingga serangan jantung di lokasi tawaaf.
PKP3JH memberikan pertolongan pertama sebelum ke klinik emergensi dan RS Arab Saudi terdekat.
Kemudian ada pengalaman unik saat menemukan jemaah yang alami pendarahan karena tergerus eskalator.
Bergerak cepat tak ingin jemaah semakin lemas karena perdarahan hebat, peralatan ala kadarnya kembali jadi penolong.
Baca juga: Jadwal Penyelenggaraan Haji 2025, Tahap Awal Sudah Mulai sejak 18 Juni 2024
Saat petugas kehabisan perban, pakaian dalam jemaah pun jadi alat darurat untuk balut tekan sampai pertolongan lebih lengkap datang.
Lain lagi yang dialami Reza, perawat PKP3JH saat di Seksus Masjidil Haram.
Ada pengalaman berkesan yang paling diingatnya saat mendapatkan lansia demensia, delirium atau disorientasi waktu dan tempat.
"Banyak lansia yang tak menyadari sedang berada di Masjidil Haram, karena riwayat kesehatan yang tak baik jemaah ini demensia dan merasa masih di tanah air. Ini pengalaman paling berkesan karena perlu upaya lebih agar bisa berkomunikasi," kata Reza.
Reza mengatakan penanganan pasien demensia yang secara emosi labil ini memerlukan negoisasi alot.
"Kita bujuk dengan makanan dan pijitan, ya seperti kepada orangtua kita lah. Dan itu perlu waktu, sementara kondisinya kan belum makan berjam-jam, cukup membuat was-was juga," katanya.
Di situlah PKP3JH datang di titik rawan menekan kejadian lebih rawan.
Selesaikan Ibadah Jemaah hingga Kenikmatan Gendong Jemaah
Tak hanya dari sisi kesehatan, petugas kesehatan juga menjalankan fungsi bak pembimbing ibadah (bimbad) dan juga menemani jemaah menyelesaikan ibadah yang tertunda karena kondisi kesehatanya.
Spririt melayani jemaah sudah tertanam sejak bimbingan teknis (Bimtek) sebelum petugas bertugas ke 'medan perang' melayani jemaah.
Meski background PKP3JH adalah kesehatan, saat bimtek bersama ribuan PPIH lainnnya sudah dibekali harus melayani jemaah semuanya tanpa kecuali.
Tak hanya masalah kesehatan, salah satunya membimbing ibadah jemaah yang belum selesai ibadahnya.
"Yang tak bisa saya lupakan, melayani jemaah medampinginya melayani jemaah yang belum selesai ibadahnya," cerita Ridwan.
Rupanya bekal bahwa menjadi PPIH harus siap menjadi palugada ini menggerakkan semangat spiritual petugas seperti dr Ridwan dan Reza.
Seperti dikatakan Agus Pribowo, Kasie Lansia, Disabilitas dan PKP3JH semangat tugasku dan ibadahku sudah tertanam sejak seseorang memantapkan hati menjadi petugas PPIH.
"Tugasku ibadahku. Jadi kami ini Palugada. Kadang bisa jadi Perlindungan Jemaah (Linjam) yang membantu jemaah tersesat kembali ke kloter asal, bimbad pun iya juga. Jadi tak hanya mengurusi kesehatan jemaah," ujar Agus yang juga Radiografer di RSPAD Gatot Subroto ini.
Mengadopsi kesehatan lapangan di TNI, PKP3JH memang dituntut bergerak cepat dan tak hanya memikirkan duniawi saja.
Kemuliaan tugas mendampingi jemaah bak di medan perang seolah mengantarkan petugas pada ujung si pencipta dunia ini.
Bahwa hidup tak hanya sekadar di dunia, tapi ada titik kepasrahan pada yang Maha Kuasa.
Menjadi seorang dokter spesialis atau perawat di RS dengan fasilitas yang nyaman bisa jadi impian semua orang.
Namun, yang juga ingin mengejar kehidupan akhirat dengan amal pada sesama tentu menjadi 'godaan' yang berujung manis.
"Sangat berat kalau hanya pikirkan duniawi jika meninggalkan pelayanan di RS yang nyaman. Semoga ini bisa jadi bekal saya di kehidupan selanjutnya, bisa menutupi kekurangan ibadah saya selama ini dengan mendampingi tamu Layani duyufurrahman (tamu Allah)," harap dokter Ridwan.
"Ini pengalaman yang tak terlupakan sepanjang karier saya. Saya bergetar menggendong jemaah, saat ada pasangan jemaah lansia tua gendong istrinya yang juga tua. Rasanya tak tega dan nikmat," katanya.
Dapat Hadiah Doa dari Jemaah
Tak sedikit kisah menggetarkan yang dialami petugas saat mendampingi jemaah.
Rapady misalkan, mengaku tak bisa menahan air matanya, saat diberi hadiah lantunan doa dari jemaah yang diantarkan.
Bermula saat ia dan tim Media Center Haji (MCH) 2024 ini menemukan jemaah yang berulangkali pingsan dan tersesat tak tahu jalan pulang ke hotel dari Jamarat.
Rapady dan Tim MCH tak berpikir panjang, saat dapat pinjaman kursi roda dari sesama jemaah yang pemulihan stroke, jemaah ini didorongnya menuju Hotelnya di kawasan Syisyah.
Tak disangka, si ibu ingin memberi petugas uang sebagai bentuk rasa terimakasihnya.
Sontak pemberian ini langsung ditolak petugas.
"Ibu gak usah, ini memang sudah tugas kami. Nanti ini mengurangi pahala, ibu itu seperti orangtua kami," katanya diamini Evy dan Salmah, dua orang MCH lainnya.
Jemaah asal Lampung ini pun tak bisa membendung rasa harunya lantas berdoa khusus untuk petugas.
"Saya doakan semua petugas dimudahkan urusannya. Selamat dunia akhirat," katanya.