TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Kelompok militan Islam dan pendukungnya merayakan kematian Raja Saudi Abdullah di media sosial, Jumat (23/1/2015). Mereka menuding King Abdullah sebagai 'hamba' Amerika yang bersekongkol dengan Barat untuk membunuh Muslim.
Abdullah yang meninggal di usia 90, mulai memerangi militan al-Qaeda sekira satu dekade belakangan ketika para ekstrimis meluncurkan serangkaian serangan dengan tujuan menjatuhkan monarki.
Didukung para sekutu kerajaan seperti Amerika Serikat, pemerintah Saudi menanggapi ancaman itu dengan melakukan tindakan keras dan telah menjebloskan sejumlah tersangka ekstrimis ke penjara dan lainnya dihukum mati.
"Pencuri dua masjid suci (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, red) telah meninggal," tulis seorang pendukung militan di Twitter. "Dia hidup dan mati sebagai hamba Amerika," ujar pengguna Twitter lainnya yang merayakan kematian Raja Saudi.
Tak sedikit ekstrimis Islam menganggap keluarga kerajaan Saudi korup dan tak layak memerintah. Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS yang memisahkan diri dari Al-Qaeda saat ini memegang sepertiga Irak dan Suriah.
Kelompok ISIS kerap menyatakan dua kota suci Islam di Mekkah dan Madinah sebagai salah satu target yang harus dikuasai. Selain karena Arab Saudi menjadi bagian koalisi pimpinan AS yang menyerang ISIS lewat serangan udara.
Seorang pendukung jihad bernama Abu Azzam al-Najdi mengkritik perkataan raja terakhir, "Dia mengirim pesawat tempur untuk membunuh Muslim [Suriah]. Dia memenjarakan pria dan wanita Muslim. Di manapun ada perang melawan jihadis, ia orang yang pertama."
Loyalis Al-Qaeda dan ISIS sepertinya sudah terencana memberikan komentar mereka atas kematian Raja Saudi dengan hashtags, yang diterjemahkan dari bahasa Arab menjadi "Kematian Seorang Tiran."
Pendukung jihad lainnya yang mengatasnamakan Omar menulis dalam bahasa Inggris, yang intinya King Abdullah sudah tak lagi menguasai dua tanah suci, tak ada yang menyelamatkannnya dari Allah, "Tidak juga Bush atau Obama." (AP/News24)