TRIBUNNEWS.COM - Mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri sebaiknya perlu mempersiapkan diri dan memiliki spirit sebagai “Indonesia Connection” (InCon).
InCon memiliki dua fungsi ganda yakni pertama sebagai pendamping bagi warga Indonesia yang ingin mengenal negara tujuan dan kedua sebagai public relation bagi masyarakat negara tujuan yang ingin mengenal Indonesia.
Oleh karena itu, perlu perhatian khusus bagi pemerintah untuk memberdayakan potensi para mahasiswa yang belajar di luar bagi kepentingan negara dan bangsa.
Demikian harapan Gilang Pramasasti, warga negara Indonesia yang tinggal di Beijing, Tiongkok dalam diskusinya dengan Konsultan Komunikasi Putut Prabantoro, di Beijing belum lama ini. Gilang adalah sarjana lulusan Beijing Ming Yuan University Fakultas Bidang Ekonomi Perdagangan Internasional pada tahun 2009.
Ia masuk ke daratan Tiongkok pada tahun 2003, menikah dengan puteri Tiongkok dan kemudian dikaruniai seorang putera. Karena kepiawiannya berbahasa Mandarin, pria kelahiran Majalengka, Jabar ini banyak diminta bantuannya sebagai penerjemah, pendamping ataupun LO bagi banyak pihak dari Indonesia termasuk instansi pemerintah.
“Saya belajar dari apa yang saya alami dan hadapi saat masuk Beijing pada tahun 2003. Dan saya kira kondisinya sama sampai kapanpun. Saya melihat bahwa mahasiwa Indonesia yang belajar di Indonesia harus dibekali karakter sebagai Indonesia Connection. Hanya, saya melihat ada jurang komunikasi yang belum bertemu dalam pembentukan karakter itu,” ujar Gilang yang keseharian bekerja sebagai manajer di Departemen Beijing Red & White Cultural and Development Co. Ltd.
Menurut pria kelahiran September 1978 ini, di negara tujuan yang bahasanya bukanlah Inggris, InCon sangat diperlukan meskipun disadari untuk menjadi InCon bagi seorang mahasiswa yang belajar di luar negeri tidaklah mudah.
Namun dengan arahan yang jelas dari pemerintah dalam hal ini KBRI, para mahasiswa tersebut mampu menjadi duta-duta muda Indonesia.
“Tiongkok, sebagai misal, memiliki hubungan budaya yang sangat erat dengan Indonesia. Banyak potensi yang bisa dipelajari dari negara berpenduduk terbanyak di dunia ini. Misalnya, Indonesia perlu belajar bagaimana bangsa Tiongkok mengelola dan sangat menghargai peninggalan nenek moyang seperti situs-situs tua. Lalu bagaimana negara ini membangun museum bertaraf internasional dapat dipelajari. Bangsa Tiongkok sangat menghargai peninggalan para nenek moyangnya dan jejak kejayaan Tiongkok sebagai suatu bangsa sangat bisa terlihat dari situs-situs tersebut,” ujar pria penggemar kepala ikan khas Hunan.
Namun kendala untuk menimba pengalaman dari Tiongkok terletak pada bahasa atau komunikasi, Gilang menjelaskan lebih lanjut. Dan sebenarnya, kendala yang sama juga dihadapi oleh warga Indonesia dalam kunjungannya ke negara tujuan yang tidak berbahasa Inggris, seperti Russia, Italia, Spanyol, Brasil, dll. Dan, mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri akan sangat membantu mengurangi kendala tersebut.
Bagi ayah dari Emir Putrasasti ini, dari Tiongkok ia dapat melihat Indonesia sebagai suatu bangsa yang penuh berkah karena begitu banyak kelimpahan. Bahkan ia mengaku bisa membandingkan antara Indonesia dan Tiongkok dalam kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2015.
Sangat berbeda sekali perkembangannya di mana Tiongkok sekarang menjadi negara dengan banyak mega kota (mega cities) jauh melebihi kota Jakarta. Bahkan tidak sedikit kota kabupaten di Tiongkok yang besarnya melebihi Jakarta.
“Pada tahun 2003, baru ada 4 line subway dan sekarang Tiongkok sudah memilik 14 line subway. Belajar sesuatu dari bangsa lain dalam membangun dirinya sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hanya, seringkali, suatu negara hanya menjadi negara tujuan wisata dan bukan tujuan yang lain. Sekali lagi, hal itu tidak bisa disalahkan, karena kendalanya terletak pada bahasa. Kendala bahasa itu bisa dijembatani dengan memberdayakan mahasiswa Indonesia yang belajar di negara tujuan, “ ujar ayah dari Emir Putrasasti.
Menurut Gilang, dengan kelimpahan dan kemudahan yang ada termasuk sumberdaya alam dan kesuburan tanah, Indonesia harusnya berkembang melebihi Tiongkok. Kelimpahan sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi kekuatan untuk menjadi bangsa besar.
Suami dari Li Min ini kemudian menyarankan bahwa para mahasiswa Indonesia yang belajar di negara tujuan harus memaksakan diri untuk mempelajari budaya, sejarah, adat istiadat, karakter bangsa dan kuliner setempat. Mengetahui kelima hal tersebut menjadi modal yang sangat berharga ketika seorang mahasiswa menjadi InCon.