TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak banyak yang mengetahui, kakek nenek serta ayah mendiang pendiri Singapura, Lee Kuan Yew adalah orang Semarang, yang lalu merantau dan bermukim di Singapura.
Maka sepertinya bukan kebetulan bahwa tempat lahir Lee Kuan Yew di Singapura pada 16 September 1923, adalah Jalan Kampung Jawa: di Kampong Java Road.
Sayang tak banyak jejak ayah dan kakek nenak Lee Kuan Yew di Semarang yang bisa dilacak.
Lee Kuan Yew dimakamkan Minggu (29/3/2015), dengan upacara kebesaran yang dihadiri berbagai pemimpin dunia, termasuk presiden Joko Widodo.
Menurut penuturan Lee Kuan Yew dalam memoirnya: “The Singapore Story, Memoirs of Lee Kuan Yew,” ayah dan ibunya menikah dalam usia dini.
Saat itu ayahnya Lee Chin Koon berusia 20 tahun dan ibunya Chua Jum Neo, berusia 16 tahun.
Perkawinan keduanya diatur orang tua sejak setahun sebelumnya.
Kakek dan nenek Lee Kuan Yew, memiliki akar Jawa lebih kuat lagi.
Tahun 1899, Lee Hoon Leong (26) bertemu gadis bernama Ko Lien Nio (16) yang dijumpai dan dinikahi di Semarang, Jawa Tengah. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Lee Chin Koon (pada tahun 1903,) ayah dari Lee Kwan Yew.
Suami isteri Lee Hoon Leong dan Ko Lien Nio kemudian pindah ke Singapura, membawa Lee Chin Koon yang masih bayi.
Tapi sayangnya jejak leluhurnya tak pernah dikupas dengan jelas.
Bahkan dari sejumlah buku tentang Semarang, seperti di buku “Kota Semarang dalam Kenangan” yang menceriakan tentang sejarah Kota Semarang dari abad ke- 8 M hingga menjelang akhir tahun 1945, tidak menjelaskan mengenai keberadaan leluhur Lee Kuan Yew di Semarang.
Terlepas dari itu, Jongkie Tio, penulis buku itu mengatakan jejak leluhur Lee Kuan Yew diduga berada di kawasan Jalan Pemuda Semarang.
Tahun 1899, Lee Hoon Leong (26) bertemu gadis bernama Ko Lien Nio (16) yang dijumpai dan dinikahi di Semarang, Jawa Tengah.
Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Lee Chin Koon (pada tahun 1903,) ayah dari Lee Kwan Yew.
Suami isteri Lee Hoon Leong dan Ko Lien Nio kemudian pindah ke Singapura, membawa Lee Chin Koon yang masih bayi.
Tapi sayangnya jejak leluhurnya tak pernah dikupas dengan jelas.
Bahkan dari sejumlah buku tentang Semarang, seperti di buku “Kota Semarang dalam Kenangan” yang menceriakan tentang sejarah Kota Semarang dari abad ke- 8 M hingga menjelang akhir tahun 1945, tidak menjelaskan mengenai keberadaan leluhur Lee Kuan Yew di Semarang.
Terlepas dari itu, Jongkie Tio, penulis buku itu mengatakan jejak leluhur Lee Kuan Yew diduga berada di kawasan Jalan Pemuda Semarang.
APOTIK NOE-MA
“Ini cerita yang berkembang dari mulut ke mulut. Bahwa Apotik “Noe-ma” yang berada di jalan Pemuda Semarang itu dulunya bekas rumah ayah dan kakek-nenek Lee Kuan Yew,” jelasnya.
Jongkie tidak menyangsikan informasi itu namun juga tak bisa membenarkannya, karena tak memiliki cukup data.
“Kepastiannya saya tidak tahu. Sulit menelusuri dari Semarang karena tidak ada manuskrip yang menjelaskan persisnya di mana. Sampai saat ini belum ada yang menelusuri jejaknya. Mungkin saja karena memang belum ada ketertarikan.”
Jalan Pemuda masuk dalam kawasan segitiga emas Semarang yang di jaman kolonial bernama Jalan Bod Jong ("Pemuda" dalam bahasa Belanda), dijadikan sentra bisnis dan pemerintahan.
Jalan ini membujur sepanjang 2,7 kilometer dari Jembatan Berok (kawasan Kota Lama Semarang) hingga kawasan Tugu Muda.
Di sepanjang jalan ini terdapat banyak bangunan bersejarah seperti Gedung Keuangan Negara, Kantor Pos Indonesia, Gedung Bank Jateng, Gedung Bekas Hotel Dibya Puri, Toko Oen, Gedung swalayan bahan bangunan.
Apotik Noe-ma yang disebutkan Jongkie Tio, sayangnya sudah tidak berbekas.
Bangunan putih berpagar besi warna hijau dengan nomor 57A itu tertutup rapat.
Dan lebih dari itu, sudah tak menunjukkan kaitan dengan masa lalu, karena bangunannya tergolong baru, bukan lagi bangunan tua.
"Dulu memang itu bangunan apotik Noe Ma,” jelas Bambang (64), warga sekitar.
“Tapi sejak tahun 90an bangunan itu dipugar dan diubah jadi bangunan yang digunakan sebagai pabrik bihun."
BERUBAH BENTUK
Tentang Lee Chin Koon, ayah Lee Kuan Yew? Bambang menggeleng.
Ia tak pernah mendengar atau mengetahui keberadaan warga Tionghoa bermarga Lee yang pernah tinggal di sekitar kawasan ini.
“Keluarga Tek Kiong sejak masa kolonial tinggal di rumah yang megah dan besar yang berada di belakang apotik Noe Ma. Majikan saya sepertinya yang paling lama tinggal di sini.”
Yang dia tahu, warga Etnis Cina tertua di sekitar itu adalah Tek Kiong yang dikenal dengan nama Soetikno Wijaya merupakan salah satu orang kaya terpandang di Semarang.
“Beliau itu kawan dekat mantan Presiden Soeharto, namun sudah meninggal sejak tahun 1990an. Sekarang tinggal istrinya, yang kebetulan sedang berada di luar kota.”
Seorang warga Cina Semarang, Sarjono (74) juga mengaku tak sempat mengenal leluhur Lee Kuan yew.
Mungkin karena mereka sudah meninggalkan Semarang sejak lebih dari seabad.
Adapun bangunan yang diyakini dulunya adalah tempat tinggal orang tua Lee Kuan Yew, Sarjono mengatakan, dulunya adalah bangunan tua yang khas.
“Itu dulunya bangunan kuno kembar dengan arsitektur melengkung di bagian kanan kiri. Bagus sekali. Yang kiri untuk jual tabung pemadam kuno dan sebelahnya Apotik Noe Ma. Sekarang sudah berubah wujud, “ jelas Sarjono.
Pemilik beberapa bangunan asli masa lalu yang belum berubah kepemilikan, seperti Toko alat tulis Nam Bie, Toko Phoenix yang berjejer dengan bekas apotik Noe-ma juga tak mengetahui keberadaan marga Lee yang konon pernah menempati salah satu bangunan di kawasan tersebut.
“Apalagi ini ada projek pembangunan apartemen 22 lantai. Hampir semua bangunan digusur dan dirobohkan. Yang tersisa hanya beberapa saja,” imbuh Sarjono.
Nyatanya banyak bangunan cagar budaya di kawasan ini nyaris tak berbekas, ditelan pembangunan dan perubahan zaman yang tak mengindahkan sejarah dan pelestarian.
Jejak Lee Chin Koon dan Chua Jum Neo, orang tua Lee Kuan Yew salah satu tokoh dunia yang sangat terkenal --dengan segala kontroversinya, sangat susah dikenali di Semarang.
Lebih-lebih lagi jejak kakek dan nenek Lee Kuan Yew: Lee Hoon Leong dan Ko Lien Nio.
Semarang memang tercatat dalam memoir Lee Kuan Yew dan arsip-arsip, sebagai kota leluhurnya.
Namun sayangnya tak lebih dari itu, sehingga tak bisa menjadi aset kota Semarang, misalnya.