TRIBUNNEWS.COM - Qatar dituduh mempekerjakan 1.200 orang sampai mati dalam proyek senilai 39 milyar Poundsterling untuk Piala Dunia 2022.
Sebuah penyelidikan oleh Mirror di negara kata minyak ini mengungkapkan eksploitasi mengerikan dan mematikan terhadap buruh migran, yang terpaksa hidup dalam kemelaratan, minum air garam dan dibayar hanya 57 pence satu jam atau sekitar setengah Poundsterling.
Para aktivis yang memperhatikan isu ini khawatir korban tewas akan mencapai 4.000 orang sebelum tendangan kick off pertama dilakukan di Piala Dunia 2022.
Seorang tukang kayu dari Nepal, yang mendapat bayaran sekitar 95 p per satu jam, mengatakan:
"Kami diperlakukan seperti budak. Mereka tidak melihat kita sebagai manusia dan kematian kita yang murah. Mereka memiliki paspor kami sehingga kami tidak bisa pulang. Kami terjebak. "
Deposit gas alam yang besar membiayai proyek senilai 39 milyar poundsterling dan akan menjadi mahkota bagi pembangunan pesat negara di gurun ini.
Namun, kejuaraan ini dihinggapi tuduhan korupsi dan ketakutan pemain terhadap suhu di musim panas yang mencapai 50 celcius.
Kondisi ini menimbulkan permintaan agar pertandingan dilakukan pada musim dingin.
Remaja di Tanah Datar Lecehkan Kitab Suci, Akui Disuruh Orang, Diupah Rp 50 Ribu, Kejiwaan Diperiksa
Viral Remaja Lecehkan Kitab Suci di Tanah Datar, Disuruh Orang Demi Rp50 Ribu, Kejiwaannya Diperiksa
Tapi ketika seorang pejabat FIFA mengisyaratkan persetujuannya tentang ide ini, organisasi langsung berusaha meredam rumor.
Bagi para pekerja migran, panas terik adalah siksaan yang harus mereka hadapi setiap hari.
Permintaan mereka untuk istirahat pada siang hari sehingga jauh dari terik matahari tidak pernah dikabulkan.
Investigasi Mirror menemukan, kondisi keamanan yang buruk mengakibatkan tingginya tingkat kematian.
Seorang pekerja yang tidak mau disebutkan identitasnya menyebutkan, dirinya tinggal di kamp yang jauh sehingga harus ikut dalam perjalanan bus ke tempat kerja selama dua jam.
Dalam pemukiman pekerja migran yang disebut China Camp, para migran harus menggunakan toilet komunal yang menjijikan dan dipaksa untuk minum air asin.
Dalam laporan itu disebutkan tentang satu kamp di pusat ibu kota, Doha. Disini sembilan pekerja berdesakan dalam ruangan yang kecil dipenuhi kecoa.
Hanya beberapa mil jauhnya dari tempat itu, kaum elit Qatar -manusia-manusia terkaya sejagad- keluar dari restoran Gordon Ramsay dan menaiki Ferrari dan Rolls-Royce.
Qatar diperkirakan telah mempekerjakan 1,2 juta pekerja migran. Dan karena pekerjaan pembangunan dua belas stadium untuk Piala Dunia 2022 telah dimulai, maka diperkirakan antara 500.000 dan satu juta lebih migran akan masuk lagi ke wilayah ini.
Pemerintah Qatar cukup sensitif terhadap kritik dunia internasional dan dalam pertemuan formal membahas isu ini, Qatar memukul balik kritik.
"Kami tidak ingin orang berpikir kami negara jahat karena kita tidak," kata Hassan Abdullah Al Thawadi, Sekretaris Jenderal Komite Agung.
Kenyataannya, pejabat tinggi, yang tinggal di Scunthorpe dan dididik di Sheffield University ini menolak permintaan para pekerja migran yang ingin bergabung dengan serikat buruh.
FIFA awalnya mencoba untuk mencuci tangan atas persoalan ini, namun karena situasi yang berkembang Presiden Sepp Blatter semakin gugup.
Konon ia telah mengirimkan pengacara, Dr Theo Zwanzieger, ke Qatar karena banyak suara mengusulkan agar Piala Dunia 2022 diadakan di negara lain saja.
Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Stephen Hepburn angkat bicara.
"Bagaimana Anda bisa menikmati menonton pertandingan sepak bola ketika Anda tahu turnamen ini dibangun di atas darah dan penderitaan tenaga kerja budakyang diperbudak?" (@stondq)