TRIBUNNEWS.COM. NEW DELHI—Dalai Lama mendesak Aung San Suu Kyi, tokoh demokrasi Myanmar dan penerima Nobel Perdamaian, untuk melindungi Muslim Rohingya yang teraniaya di tengah-tengah krisis penyelundupan manusia, seperti yang dilaporkan sebuah surat kabar hari kamis (28/5/2015).
Dalai Lama, pemimpin spiritual Buddhis Tibet, mengatakan kepada The Australian bahwa dunia tidak boleh mengabaikan nasib lebih dari 3.000 migran yang putus asa yang terdampar di perairan Indonesia, Malaysia dan Thailand pada beberapa minggu terakhir, yang sering kali ditelantarkan oleh para pelaku perdagangan manusia atau dibebaskan setelah keluarga mereka membayar uang tebus.
“Tidak cukup hanya dengan mengatakan: 'Bagaimana membantu mereka?'" surat kabar tersebut mengutip perkataan Dalai Lama dalam sebuah wawancara di sebuah kota di India tempat ia diasingkan. "Tidak cukup. Ada yang salah dengan cara berpikir manusia. Pada akhirnya kita tidak mempunyai kepedulian terhadap hidup orang lain, kesejahteraan orang lain."
Para pengungsi adalah campuran dari warga Bangladesh yang miskin yang mencari kerja dan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan yang dilakukan oleh warga mayoritas yang merupakan pemeluk Buddha. Dalai Lama mengatakan ia telah mendiskusikan masalah seputar Rohingya pada pertemuan sebelumnya dengan Suu Kyi.
“Saya menyebutkan maslah ini dan ia mengatakan menghadapi beberapa kesulitan, dan situasinya tidak simple, tapi sangat kompleks," ujarnya dalam wawancara tersebut. "Tapi apapun masalah yang ia hadapi saya merasa ia bisa melakukan sesuatu."
Suu Kyi menjadi pahlawan internasional ketika ia menjadi tahanan rumah selama bertahun-tahun akibat kritikannya terhadap para jenderal yang sekian lama memimpin Myanmar. Ia masuk ke dunia politik setelah dibebaskan pada tahun 2010, ketika junta militer menyerahkan kekuasaan ke pemerintah sipil.
Di sebuah negara yang didominasi sebagian besar pemeluk Buddha di mana banyak kebencian terhadap Muslim Rohingya, ia terus diam tentang penganiayaan yang dilakukan terhadap Muslim Rohingya.
Ia kini mengatakan bahwa ia tidak pernah berniat menjadi pembela HAM. Para kritikus mengatkan dengan membela Rohingya ia bisa kehilangan dukungan bila ingin mencalonkan diri sebagai presiden.(The Australian/VOA)