Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Rusia menggunakan hak vetonya atas rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB, Rabu (29/7/2015), yang akan membentuk Mahkamah Internasional untuk mengadili mereka setelah diduga menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines MH17 tahun lalu di Ukraina timur.
Reuters merilis 11 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB di antaranya Australia, Belanda, Belgia dan Ukraina mendukung proposal Malaysia terkait pengusutan jatuhnya MH370 lewat Mahkamah Internasional. Sementara China, Angola dan Venezuela, abstain dalam hal ini.
Setidaknya sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara anggota DK PBB untuk mendapat dukungan, dengan catatan tidak ada veto dari Rusia, Amerika Serikat, China, Inggris atau Prancis.
Pesawat MH17 berpenumpang 298 orang jatuh tertembak pada Juli. Sebanyak dua pertiga penumpang adalah warga negara Belanda. Pelaku penembakan diduga kelompok pemberontak pro-Rusia yang berbasis di Ukraina timur.
"Mereka yang bertanggung jawab mungkin percaya bahwa mereka sekarang dapat bersembunyi di balik veto Federasi Rusia. Mereka tidak akan dapat lagi untuk menghindar dari tanggung jawabnya," ujar Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop.
Australia merasa berkepentingan mendukung rancangan resolusi ini karena di pesawat itu ada 39 warga Australia menjadi korban. Julie memastikan Australia, Belanda, Malaysia, Belgia dan Ukraina sedang mencari mekanisme penuntutan alternatif.
Ukraina dan negara-negara Barat menuduh pemberontak di Ukraina timur menembak jatuh pesawat dengan rudal buatan Rusia. Tapi Moskow menolak sebagai pihak yang memasok SA-11 Buk sistem rudal anti-pesawat kepada pemberontak.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Samantha Power, mengatakan, "Tidak boleh ada veto untuk mereka yang berdiri di jalan kejahatan keji. Ini sedang diselidiki dan dituntut."
"Upaya untuk menyangkal keadilan hanya mengintensifkan rasa sakit keluarga korban. Kami bisa memahami itu," kata Samantha sembari melanjutkan, "Ini adalah efek dari Rusia veto hari ini."
Rusia telah mengusulkan resolusi saingan rancangan sendiri, yang mendorong peran PBB yang lebih besar dalam penyelidikan apa yang menyebabkan jatuhnya pesawat.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, mengatakan terlalu dini untuk membentuk Mahkamah internasional. Dia menegaskan Rusia akan memveto rancangan resolusi tersebut.
"Dalam pandangan kami menunjukkan fakta bahwa tujuan politik lebih penting bagi mereka daripada tujuan praktis. Hal ini tentu saja disesalkan," kata Churkin sambil menambahkan, Rusia siap bekerja sama melakukan penyelidikan penuh, independen dan obyektif.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengisyaratkan Rusia mungkin akan menggunakan hak veto untuk menggagalkan pembentukan mahkamah internasional untuk mengadili pihak-pihak yang dicurigai menembak jatuh pesawat MH17.
"Presiden Rusia mengukuhkan sikap yang sama bahwa sekarang terlalu dini untuk membentuk pengadilan seperti itu," demikian pernyataan Kremlin, Rabu (29/7/2015) dikutip dari BBC.
Penegasan sikap ini dikeluarkan setelah Putin mengadakan percakapan lewat telepon dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders mengatakan ini telah dibuat untuk mekanisme penuntutan yang melampaui politik. "Saya merasa dimengerti anggota Dewan Keamanan. Impunitas akan memberikan sinyal yang sangat berbahaya," kata dia.
Malaysia, Australia, Belanda, Belgia dan Ukraina sedang melakukan penyelidikan pidana jatuhnya MH17. Secara terpisah, laporan akhir tentang penyebab kecelakaan telah diterima pada Oktober tahun lalu dari Dewan Keselamatan Belanda. (Reuters/BBC)