News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Takehiko Gagal Lakukan Misi Kamikaze untuk Jepang di Perang Dunia II

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Takehiko Ena (92), mantan calon pilot pesawat Kamikaze Jepang di Perang Dunia II.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Takehiko Ena (92) mengingat 70 tahun lalu, saat tengah belajar sebagai pilot Kekaisaran Jepang saat terlibat Perang Dunia II. Keputusannya mantap menjalankan misi Kamikaze untuk kemenangan Jepang.

"Saya merasa darah mengalir dari wajah saya," kata Takehiko kepada Guardian. "Pilot lainnya dan saya saling mengucapkan selamat kepada satu sama lain ketika terpilih dalam misi itu. Kedengarannya aneh sekarang."

Takehiko telah masuk menjadi anggota Angkatan Laut Jepang. Ia dikirim untuk bergabung dengan skuadron pilot di Kyushu, Jepang, pada April 1945.

Ia adalah serangan pilot pesawat berawak dengan membawa 800 kilogram bom terikat di pesawatnya. Pesawat hanya memiliki bahan bakar untuk penerbangan sekali jalan. Itulah misi skuadron tempat Ena ditugaskan.

Takehiko Ena saat memakai seragam pilot untuk misi Kamikaze Jepang di Perang Dunia II. (The Guardian)

Mereka adalah bagian dari operasi "Kikusui", misi-bom bunuh diri yang ambisius terhadap kapal sekutu yang membombardir pasukan Jepang di pertempuran Okinawa, salah satu pertempuran paling berdarah di Asia Pasifik.

Dalam Perang Dunia II, Jepang mengandalkan pesawat yang sudah tua untuk diadaptasi sebagai mesin bunuh diri. "Banyak gagal untuk memulai atau mengalami gangguan mesin saat perjalanan mereka menuju target. Kebanyakan dari mereka juga yang tertembak musuh dan jatuh sebelum misi dilakukan."

Pada 28 April 1945, ia mengarahkan pesawatnya ke landasan pacu di Kushira, Prefektur Kagoshima, tapi gagal terbang, karena gagal mendapatkan udara. Misinya yang kedua gagal ketika pesawatnya mengalami gangguan mesin, dan ia terpaksa mendarat darurat di pangkalan Jepang, dengan posisi masih membawa bom yang ditujukan untuk musuh.

Takehiko Ena (92). (The Guardian)

Dua minggu kemudian, pada tanggal 11 Mei, ia mendapat kesempatan ketiga untuk terbang di misi ini. Kali ini ia dikopiloti tentara berusia 20 tahun dan petugas komunikasi berusia 18 tahun.

"Kami yakini, kami melakukan hal ini untuk negara kita," kata Takehiko. "Kami membuat diri masing-masing percaya bahwa kita telah dipilih untuk membuat pengorbanan ini. Aku hanya ingin melindungi ayah dan ibu yang aku cintai. Dan kami semua takut."

Selepas dari landasan pacu, pesawat mulus mengangkasa. Tapi di tengah perjalanan misi, pesawat yang diawakinya mengalami gangguan mesin dan jatuh ke laut. Tiga orang selamat dan berenang ke pulau terdekat di Kuroshima, di mana mereka tinggal selama dua setengah bulan sebelum dijemput kapal selam Jepang.

Tak lama setelah itu, Jepang menyatakan menyerah. Ena lega perang usai. Langkah ini memberi jalan optimis tentang masa depan, bahkan Jepang bisa membangun kembali kota-kota yang hancur.

"Kami merasa sedih tentang teman-teman kita telah mengorbankan dirinya selama perang, tapi kami juga mencoba untuk membayangkan bagaimana kita akan membangun lagi Jepang," katanya.

Itu berarti merangkul negara baru. Selama 70 tahun Jepang telah dilindungi oleh sebuah konstitusi yang berorientasi perdamaian. "Saya sangat bersyukur kami belum maju berperang (waktu itu). Warga Jepang harus senang, tak ada lagi perang," papar dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini