News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Imigran Banjiri Eropa

David Cameron Imbau Bantuan untuk Pengungsi Suriah

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Inggris David Cameron bertemu para pengungsi Suriah di sebuah tenda tempat penampungan sementara, di perbatasan Suriah - Lebanon, Senin (14/9/2015). (Fox News/AP)

TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Mengunjungi para pengungsi Suriah di Lebanon dan Yordania, PM Inggris David Cameron mengimbau bahwa bantuan dalam bentuk apapun sangat penting dialirkan ke pengungsi Suriah.

Dikutip oleh Reuters, bantuan penting diberikan pada para pengungsi, terlebih pada mereka yang masih di Suriah, karena hal itu dianggap dapat mengurangi jumlah pengungsi yang bertaruh nyawa keluar dari negaranya menuju Eropa.

"Sangat penting membantu mereka untuk tetap berada dekat dengan rumahnya serta menyediakan sandang, pangan, dan papan, sehingga mereka tak perlu melakukan perjalanan berbahaya dan menelan nyawa," katanya.

David mengunjungi sejumlah pengungsi dalam sebuah kemah penampungan sementara di Bekaa Valley, Lebanon, Senin (14/9/2015), di mana banyak pengungsi tinggal dan cukup sulit untuk mengakses listrik dan air bersih.

Ia kemudian terbang menumpang helikopter ke tempat penampungan pengungsi Zaatari di Yordania, yang berlokasi di sepanjang perbatasan Suriah.

David lalu meneruskan perjalanan ke Amman untuk bertemu Raja Yordania, Abdullah. Kepadanya, David membahas soal kerjasama dan dukungan untuk melawan aksi teror ISIS, yang juga dibahas ketika bertemu PM Lebanon Tammam Salam.

Untuk dana bantuan, David mengatakan bahwa Inggris sudah menyumbang sebesar sekitar Rp 22 triliun hingga sejauh ini dan dirinya akan terus mengajak negara lainnya untuk menyumbang demi mendukung kehidupan warga yang masih bertahan di Suriah.

Selain menyumbang dana, Inggris juga sebelumnya sudah sepakat berkomitmen untuk menerima 20.000 pengungsi Suriah hingga lima tahun ke depan di Inggris. (Fox News/Reuters)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini