Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tatami atau tikar, identik dengan Jepang. Salah satu bahan dasarnya dibuat dari Shittoui, yang ternyata sedang naik daun saat ini di Jepang.
Semacam alang-alang dengan bentuk segitiga ini dulu dianggap sebagai rumput sampah tak berguna. Tapi belakangan malah dibudidayakan dan orang kaya pun berusaha memesan tatami dari bahan Shittoui.
Dulu pertama kali bahan tatami dari bahan Igusa atau Juncus effusus, jerami yang halus dengan bentuk penampang bulat.
"Dulu pertama kali Jepang menggunakan Igusa sebagai bahan pembuatan tatami. Citranya juga baik, banyak dipakai para elit di Jepang. Tetapi kini jauh menjadi sangat berkurang dan berkecenderungan menurun. Sebaliknya, sejak beberapa tahun belakangan malah menggunakan bahan Shittoui yang ternyata berkualitas lebih baik ketimbang Igusa. Padahal dulu dianggap sampah rumput," kata Toshihiko Hosoda, General Manager Asosiasi Promosi Shittoui Kunisaki Jepang kepada Tribunnews.com baru-baru ini.
Bahan baku Shittoui ini awalnya ditemukan di Okinawa sekitar 350 tahun lalu. Di Okinawa malahan tidak dikembangkan. Namun kini di Jepang malah di daerah Kunisaki Perfektur Oita yang membudidayakan dan mengembangkan Shittoui. Tidak ada daerah lain di Jepang yang serius mengembangkan Shittoui seperti daerah Kunisaki ini.
"Meskipun demikian jumlahnya masih sangat terbatas dan tidak mungkin diekspor karena kebutuhan dalam negeri saja masih sangat kurang mengingat produksi Shittoui juga dilakukan sangat terbatas. Hanya keluarga tertentu saja yang secara turun temurun melakukan hal ini, menanam dan membiakkan serta mengembangkan Shittoui hingga saat ini," tambahnya.
Namun kecenderungan selalu bertambah kini karena bahan Shittoui ini ternyata lebih baik dan lebih kuat daripada Igusa yang juga dipakai untuk membuat tatami.
Per harinya satu keluarga saja hanya bisa membuat sekitar 2 tatami Shittoui karena bahannya sangat terbatas, sumber daya manusianya juga sangat terbatas.
Ukuran tatami sekitar lebar 0,955 meter x 1,91 meter. Tetapi berbagai daerah di Jepang tidak sama ukurannya, ada yang berbeda-beda, meskipun tidak jauh berbeda. Satu ukuran tatami tersebut biasa disebut satu Jou.
Satu kamar ada yang disebut memiliki luas 4,4 jou, ada pula 6 jou dan ada pula 8 jou. Umumnya kamar di Jepang memiliki luas satu kamar seluas 6 jou. Lalu dua tatami biasa disebut satu tsubo.
Semua pembuatan tatami untuk lantai rumah Jepang dibuat menggunakan tangan (hand-made). Tetapi kini sudah ada mesin pembuatnya. Bahkan ada pembuatan tatami menggunakan mesin dan bahan tataminya adalah bahan buatan seperti plastik dan bahan sintetis lainnya.
Produksi tatami sudah sangat berkurang. Kalau tahun 1957 per tahun bisa menghasilkan sekitar 5,5 juta tatami, kini bahkan tahun 2016 diperkirakan pasokan tatami Jepang hanya bisa mencapai 2.000 tatami saja per tahun.
Semuanya itu karena bahan baku jauh semakin berkurang dan jumlah manusia pembuat juga semakin berkurang, sehingga hasil produksi tak bisa banyak lagi.
"Meskipun demikian kebutuhan atau permintaan sebenarnya tetap banyak dan sedikit semakin banyak untuk Shittoui," ungkap Hosoda lebih lanjut.
Kesulitan tersebut akhirnya mengubah pasokan tatapi dengan bahan sintetis dan pembuatan dengan mesin. Namun hal ini tampaknya juga kurang begitu besar karena orang yang menggunakan tatami biasanya tahu dan merasakan bedanya, tak akan suka dengan bahan sintetis. Sehingga mengubah lantainya dengan materi lain seperti kayu atau batu pada akhirnya.