TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Rusia untuk kali pertama meluncurkan peluru kendali dari kapal selamnya yang ditempatkan di Laut Tengah.
Demikian keterangan dari Moskwa. Di samping itu, pejabat pemerintahan juga memberikan keterangan bahwa mereka telah berhasil menemukan black box (kotak hitam) dari jet tempur Rusia yang ditembak Turki pada bulan lalu.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan, serangan pada Selasa (8/12/2015) dilancarkan atas 300 sasaran di wilayah Suriah.
Peluru kendali ditembakkan dari kapal selam Rostov-on-Don. Dia menyatakan, serangan tersebut sukses.
Dua pusat komando Islamic State (IS) di sekitar kota Raqqa juga dihancurkan. Demikian keterangan selanjutnya dari Departemen Pertahanan.
Presiden Vladimir Putin mengatakan, peluru kendali yang ditembakkan juga mampu mengangkut kepala nuklir. Namun, ia berharap, itu tidak akan diperlukan dalam perang terhadap teror.
Rusia juga menyatakan telah memberikan informasi kepada Washington tentang serangan mereka.
Pemerintah AS membenarkan hal itu dan mengatakan menghargai langkah Rusia karena Rusia sebenarnya tidak dituntut untuk memberikan informasi dalam persetujuan dengan AS.
AS memimpin koalisi dari sekitar 60 negara yang berupaya mengenyahkan ISIS dari Irak dan Suriah.
Moskwa yang bersekutu dengan Presiden Suriah Bashar al Assad mulai melancarkan serangan terhadap ISIS di Suriah pada 30 September lalu, setelah sebuah pesawat penumpang Rusia menjadi sasaran serangan teror di Mesir. Sebanyak 244 orang tewas dalam serangan itu.
Sejak Sabtu lalu, Moskwa menyatakan, pihaknya telah menjatuhkan 1.920 bom dan menghancurkan 70 pusat komando ISIS, 21 lokasi latihan, dan 43 gudang senjata milik ISIS.
Oposisi Suriah
Lebih dari 100 oposisi Suriah berkumpul di Arab Saudi, Rabu (9/12/2015). Pertemuan itu bertujuan untuk membentuk visi bersama untuk masa depan Suriah, juga untuk membentuk komite bersama yang akan mewakili seluruh oposisi pada masa depan.
Demikian keterangan Diaa al Husseini, seorang anggota Koalisi Nasional Suriah. Ia mengatakan, pertemuan putaran pertama sudah dimulai di Riyadh.
Sebanyak 16 orang yang hadir juga mewakili kelompok-kelompok bersenjata di Suriah, termasuk yang berhaluan Islam garis keras yang juga jadi dua kekuatan pemberontak terbesar, Army of Islam dan Ahrar al Sham.
Kelompok yang biasanya berafiliasi dengan kelompok Al Qaeda di Suriah, yaitu Front al Nusra, jarang mengadakan pertemuan dengan oposisi yang berhaluan lebih moderat.
Konferensi di Riyadh menjadi kelanjutan pertemuan tentang Suriah yang diadakan diplomat dari 20 negara, bulan Oktober lalu di Vienna.
Dalam pertemuan tersebut, Iran yang jadi sekutu Presiden Suriah Bashar al Assad ikut untuk pertama kalinya.
Pengungsi Suriah
Badan Urusan Pengungsi PBB, UNHCR, menyatakan, pada Selasa kemarin, sekitar 12.000 orang yang berusaha melarikan diri dari Suriah ke Jordania berada dalam keadaan tidak menentu di dekat perbatasan.
UNHCR mengimbau Pemerintah Jordania untuk membuka perbatasan bagi mereka.
Sementara itu, Presiden Jerman Joachim Gauck mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Azrak, yang berlokasi di daerah gurun Jordania.
Sebagai negara tetangga Suriah, awal 2015 saja di Jordania sudah tercatat lebih dari 600.000 pengungsi Suriah. Negara itu terus kedatangan pengungsi baru.