Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Upaya Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Dr. Mustari Irawan MPA, kelahiran Jakarta 21 Juni 1959, ternyata merasakan perlunya belajar dari Jepang bagi peningkatan akuntabilitas dan peningkatan jati diri, supaya lebih meningkat lagi kualitas ANRI di masa mendatang.
"Saya ingin semua pihak di Indonesia sadar perlunya peningkatan akuntabilitas kegiatan serta peningkatan jati diri, serta mengapresiasi arsip-arsipnya yang penting sebagai satu hal sangat penting dalam sebuah bangsa dan negara," papar Mustari khusus kepada Tribunnews.com sore ini, Jumat (18/12/2015).
Oleh karena itu Mustari juga memikirkan untuk memasukkan arsip Konperensi Asia Afrika (KAA) dan Arsip Peristiwa Tsunami agar bisa dimasukkan sebagai Memory of The World.
"Mudah-mudahan tahun depan sudah ditetapkan. Selain itu selanjutnya kita akan mengusulkan Soekarno sebagai Memory of The World juga tahun 2018 mendatang," jelasnya.
Mengapa Muntari mengusulkan Soekarno? Karena tampaknya Sir Winston Leonard Spencer-Churchill KG OM CH TD DL FRS RA atau dikenal dengan nama Winston Churchill sebagai negarawan Inggris bisa masuk ke dalam The Memory of The World.
"Mengapa Soekarno tidak bisa? Dia kan Presiden Indonesia serta juga tokoh internasional," tambah Muntari lagi.
Diakuinya pula, Muntari "tergoda" untuk hal tersebut karena ingin bangsa Indonesia bisa bangga dengan masa lalunya.
"Kalau sebuah bangsa tidak bisa bangga dengan masa lalunya, maka dia akan tenggelam selamanya," paparnya lagi.
Untuk melengkapi berbagai arsip masa lalunya, Muntari juga menghimbau masyarakat Indonesia apabila ingin menyumbangkan berbagai arsipnya bersejarahnya yang asli di masa lalu yang penting dan perlu dicatat dalam sejarah di Indonesia, silakan sumbangkan ke ANRI.
ANRI akan menjaga dengan baik termasuk akan menjaga kerahasiaan sesuai keinginan si pemiliknya apabila tidak ingin diketahui umum, pihak ANRI akan tetap menutupnya.
Dicontohkannya soal arsip sejarah saat G30S PKI ada yang menyumbangkan arsip aslinya dengan berbagai catatan penting, misalnya catatan Visum para dokter angkatan darat, bagaimana cara para jenderal dibunuh dan meninggal saat di bunuh para anggota partai komunis Indonesia.
Catatan itu ada pula di ANRI, paparnya lagi, tetapi belum boleh dibuka karena terkait Ketetapan MPR No.25 tahun 1966 yang belum dicabut hingga kini.