Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menegaskan gugurnya pasukan Filipina dalam operasi militer tidak terkait dengan penyanderaan 10 WNI. Ia mengatakan operasi militer tersebut digelat di Basilan, sedangkan sandera WNI berada di Sulu.
"Tidak ada kaitannya dengan WNI kita," kata Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Sejak awal, Mahfudz tidak yakin persoalan kelompok Abu Sayyaf dapat diselesaikan melalui operasi militer. Pasalnya, operasi militer memiliki resiko tinggi terutama terhadap keselamatan sandera.
"Kalau saya realistis saja, kalau targetnya pembebasan WNI, maka melalui jalan negosiasi, tetapi bukan melalui pemerintah melainkan perusahaan kapal yang bersangkutan," imbuhnya.
Ia mendapat informasi kelompok Abu Sayyaf sudah mengontak perusahaan tersebut. "Infonya kesepakatan negosiasi hari ini, tetap saya tidak tahu sudah deal atau belum," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan tidak ada korban, terutama 10 ABK WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf dalam pertempuran 9 jam di Pulau Basilan, Filipina, pada Sabtu, 9 April 2016 kemarin.
Bahkan, Retno mengatakan posisi 10 ABK WNI tersebut tidak berada di Basilan ketika pasukan Filipina menyerang kawasan tersebut.
"Dari informasi yang kami peroleh sejauh ini dengan berbagai pihak, termasuk informasi terakhir dengan otoritas di Filipina, 10 WNI tidak berada di wilayah Basilan," ujar Retno saat menggelar Press Briefing di Kemenlu, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Diketahui, gugurnya 18 Prajurit Filipina tersebut dalam rangka operasi penangkapan Komandan Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon. Hal itu Berdasarkan keterangan beberapa pejabat militer yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Isnilon secara terbuka telah menyatakan tergabung dalam kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Dia diburu selama bertahun-tahun karena diduga terlibat dalam beberapa aksi terorisme.
Namun, operasi tersebut gagal menangkap atau membunuh Isnilon. Hanya putera Isnilon yang tewas dalam pertempuran itu.
Diketahui, di kubu pemberontak, lima orang tewas, termasuk seorang ekstremis asal Maroko. Ekstremis itu bernama Mohammad Khattab. Selain itu, sekitar 20 orang pemberontak lainnya terluka.
Sementara itu, selain 18 prajurit yang tewas, ada 53 tentara yang terluka. Informasi ini diungkapkan juru bicara militer Filemon Tan, Minggu (10/4/2016), seperti dikutip Kantor Berita AP.