TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 20 tahun lalu Miho Otani cuma seorang mahasiswi seperti anak muda Jepang kebanyakan.
Suatu hari di masa kuliahnya, Otani membaca satu berita tentang perang teluk.
Inilah titik balik kehidupannya yang kelak mengantarkan Otani menjadi salah satu komandan kapal perusak di Jepang.
“Saya kaget dengan kehidupan dunia yang ternyata berbeda jauh dengan kehidupan saya di Jepang. Saya kemudian melihat sebuah iklan National Defence Academy (NAD) yang akan membuka kesempatan bagi para wanita yang ingin menjadi perwira,” kenangnya seperti dikutip oleh Telegraph.co.uk.
Rencana ini ditentang keluarganya. Namun Miho Otani bergeming.
Ia tetap ingin menjadi perwira Angkatan Laut Jepang. Saat itu Otani tidak pernah berpikir untuk menjadi salah satu petinggi di AL Jepang.
Baginya, yang paling penting adalah menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan oleh kesatuan.
Prinsip nothing to lose nyatanya membawa ia ke kapal perang.
Sekitar 17 tahun, atau tepatnya tahun 2013, setelah ia lulus dari NAD, Otani menerima perintah untuk mengikuti sekolah nahkoda.
Tidak tanggung-tanggung Otani diproyeksikan untuk bertugas di kapal perusak.
Tiga tahun kemudian nama Miho Otani tercatat sebagai komandan wanita pertama di kapal perusak.
Otani saat ini memegang tongkat komando di kapal perusak (destroyer) Yamagiri (DD-152).
Selain menjadi komandan wanita pertama, Yamagiri juga menjadi kapal perusak pertama yang memiliki kru wanita yang tetap.
Dari 220 kru kapal, 10 di antaranya adalah wanita. Semua fasilitas khusus, seperti kamar mandi dan kamar tidur disiapkan untuk prajurit wanita di kapal ini.
Dipilihanya Miho Otani sebagai komandan kapal perang ini merupakan bagian dari programWomenomics yang digalakkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe.
Dalam program ini Abe menginginkan ada lebih banyak wanita yang menjadi pemimpin di berbagai bidang.
Sumber: Remigius Septian/Angkasa